Daftar Isi

Selasa, 11 September 2012


Kenapa kita menutup mata ketika kita tidur?
Ketika kita menangis?
Ketika kita membayangkan?

Itu karena hal terindah di dunia tidak terlihat. Ketika kita menemukan seseorang yang keunikannya sejalan dengan kita, kita bergabung dengannya dan jatuh ke dalam satu keanehan serupa yang dinamakan cinta. Ada hal-hal yang tidak ingin kita lepaskasn, seseorang yang tidak ingin kita tinggalakan, tapi melepaskan bukan akhir dari dunia, melaikan suatu awal kehidupan baru, kebahagiaan ada untuk mereka yang tersakiti, mereka yang telah dan tengah mencari dan mereka yang telah mencoba. Karena merekalah yang bisa menghargai betapa pentingnya orang yang telah menyentuh kehidupan mereka.

    Cinta yang sebenarnya adalah ketika kamu menitikkan air mata dan masih peduli terhadapnya, adalah ketika dia tidak memperdulikanmu dan kamu masih menunggunya dengan setia. Adalah ketika dia mulai mencintai orang lain kamu masih bisa tersenyum dan berkata “aku turut berbahagia untukmu” apabila cinta tidak bertemu bebaskan dirimu,biarkan hatimu kembali ke alam bebas lagi.

     Kau mungkin menyadari, bahwa kamu menemukan cinta dan kehilangannya, tetapi ketika cinta itu mati kamu tidak perlu mati bersama cinta itu. Orang yang bahagia bukanlah orang yang menemukan keinginannya, melaikan mereka yang tetap bangkit ketika mereka jatuh, entah bagaimana dalam perjalanan kehidupan.

    Kamu belajar lebih banyak tentang dirimu sendiri dan menyadari bahwa penyesalan tidak seharusntya ada, cintamu akan tetap di hatinya sebagai pengahargaan abadi atas pilihan-pilihan hidup yang telah kau buat. Teman sejati, mengerti ketika kamu berkata ”aku lupa.......” menunggu selamanya ketika kamu berkata “tunggu sebentar......” tetap tinggal ketika kamu berkata  “tingggalakan aku sendiri....” membuka pintu meski ketika kamu belum mengetuk dan belum berkata “bolehkah saya masuk...?” mencintai juga bukanlah bagaimana kamu melupakan dia bila dia berbuat kesalahan, malainkan bagaiamana kamu memaafkan.

     Bukanlah bagaiamana kamu mendengarkan, melainkan bagaiman kamu mengerti. Bukanlah apa yang kamu lihat, melainkan apa yang kamu rasa, bukanlah bagaimana kamu melepaskan melaiankan bagaimana kamu bertahan.

     Mungkin akan tiba saatnya dimana kamu harus berhenti mencintai seseorang, bukan karena orang itu berhenti mencintai kita melainkan karena kita menyadari orang itu akan lebih berbahagia apabila kita melepaskannya.

     Kadangkala, orang yang paling mencintaimu adalah orang yang tak pernah menyatakan cinta padamu, karena takut kau berpaling dan memberi jarak, dan bila suatu saat pergi, kau akan menyadari bahwa dia adalah cinta yang kau tak sadari.

Daftar Pustaka
West, Richard. Pengantar Teori Komunikasi : Teori dan Aplikasi. Jakarta : Salemba Humanika, 2008


Read more »»  

Senin, 10 September 2012

ATHEIS


.NOVEL ATHEIS.........................
Achdiat K. Mihardja - Atheis 
Judul Buku : Atheis
Penulis : Achdiat K. Mihardja ( Angkatan ’45 )
Penerbit : Balai Pustaka, Jakarta.
Cetakan : 27, 2005
Tebal Buku : 232 halaman

Sinopsis Cerita

Hasan adalah seorang pemuda yang berasal dari sebuah kampong di kota Bandung, Kampung Panyeredan. Ayah dan ibunya tergolong orang yang sangat saleh. Sudah sedari kecil hidupnya ditempuh dengan tasbih. Iman Islamnya sangat tebal. Lukisan inilah yang menggambarkan latar keagamaan dalam kehidupan Hasan, kehidupan yang bernaung Islam.
Setelah menjadi pemuda dewasa makin rajinlah Hasan melakukan perintah agama semua tentang ajaran – ajaran agamanya makin menempel terus di dalam hatinya. Sampai – sampai Hasan menjadi seorang penganut agama Islam yang fanatik.
Hasan kemudian meninggalkan orang tuanya dan memulai kehidupan di kota Bandung dengan tinggal bersama bibinya dan bekerja pada sebuah kantor jawatan pemerintah,sebagai penjual tiket kapal di Kota Praja. Di tempat penjualan tiket inilah Hasan bertemu orang – orang yang akhirnya mengubah jalan hidupnya. Berawal dari pertemuannya dengan Rusli, temannya pada saat bersekolah di Sekolah Rakyat. Rusli mengajak untuk bertamu ke rumahnya dan terlebih lagi ada perasaan tertentu yang menghinggapinya kala bertemu dengan Kartini, yang merupakan saudara angkat Rusli. Hasan jadi sering mampir ke tempat Rusli.Dan mulailah Hasan mencebur dalam pergaulan Rusli dan Kartini, dan kawan-kawan mereka, yang merupakan aktivis ideologi marxis.
Hasan yang dahulunya tetap mampu hidup sebagaimana biasa di desanya walaupun berada di tengah-tengah kemodernan kota Bandung, mulai berubah. Hal yang utama adalah menyangkut sisi relijiusitas yang selama ini sanggup dipegang teguhnya. Semakin sering ia berkumpul dalam forum-forum diskusi pemikiran marxis Rusli dan kawan-kawannya, juga semakin akrab ia dengan mereka, mulai semakin tak perlahan Hasan meninggalkan gaya hidup lamanya. Tentu saja ideologi marxis akan sangat menubruk pemahaman keagamaan yang sangat tradisionalnya Hasan. Dan ini juga tak berlangsung mudah. Pada awalnya Hasan masih sangat keras untuk berusaha melawan jalan pikiran kawan-kawan marxisnya. Hal ini ditunjukkan dengan tekadnya suatu kali untuk menyadarkan Rusli guna kembali ke jalan yang benar. Dengan semangat ia mendatangi Rusli, namun ternyata Hasan kalah berdebat.Hasan menyerah, ia terus menggabung dalam lingkunagan marxis itu dan terus tambah terpengaruh. Sewaktu suatu saat kembali ke rumah orang tuanya di Desa Panyeredan, kebetulan bersama Anwar (salah seorang rekan marxisnya yang paling gila), ia bahkan berani berteus terang pada kedua orang tuanya tentang pemahaman keimanan terbarunya. Dan tentu saja untuk itu Hasan harus membayar dengan perpisahan untuk selamanya.
Namun ketika menceburan Hasan ke dalam lingkungan Marxis, ia sebetulnya juga tak sepenuhnya sanggup dan mau untuk mengikuti ideologi tersebut. Keberadaan seorang Kartinilah yang menjadi perangsang baginya untuk terus ada di komunitas yang membuat ia kebanyakan hanya menjadi penonton yang pasif dalam berbagai saling lempar wacana yang ada. Hingga akhirnya Hasan kawin dengan Kartini dan pada awalnya berbahagia sentosa raya. Tentu, tak lama pula, datanglah juga masa sengsara, Hasan dan Kartini mulai sering bertengkar. Dan pertengkaran inipun berujungkan perpisahan. Sumber konfliknya adalah, utamanya, ketidaksukaan Hasan pada gaya hidup modern Kartini. Hasan masih memendam cara pikir yang konservatifnya ternyata. Dan memang begitulah. Dalam keterlibatan ia berkecimpung di dunia pemikiran kaum “atheis”, ia masih sangat mendekap erat pandangan-pandangan masa lalunya. Dan pertentangan pikiran ini cukup menyiksa hari-hari Hasan, yang hanya sanggup diobati, awalnya, dengan impian akan keanggunan Kartini, tetapi selain itu Hasan pun berhadap dengan penderitaan fisik berupa penyakit paru-paru yang dideritanya.
Suatu hari Hasan mengetahui bahwa di suatu hotel Anwar pernah berniat memperkosa Kartini, dalam marah, ketika berjalan mencari Anwar, ia ditembak oleh tentara Jepang ( Kusyu Heiho ) yang menuduhnya mata-mata. Hasan tersungkur oleh terjangan peluru dan diakhir hayatnya ini Hasan masih sempat mengucapkan Allahu Akbar sebagai tanda keimanannya.

Unsur Intrinsik!

1. Tema
Tema yang diangkat novel ini adalah persoalan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa. Novel Atheis ( 1949 ) karya Achdiat K. Mihardja adalah karya sastra yang mengetengahkan perkembangan awal abad ke – 20, yakni pergeseran gaya hidup tradisional ke gaya hidup yang modern. Atheis menyoroti kebiasaan umum dalam menanamkan ajaran Islam secara dogmatis. Atheis mengambil tema benturan Islamisme yang ditanamkan secara dogmatis melawan komunisme. Sifat keberagamaan dalam novel ini terasa begitu kental hampir di setiap bagiannya. Seperti dalam kutipan :
Sesungguhnya, semua itu meminta cara. Meminta cara oleh karena hidup di dunia ini berarti menyelenggarakan segala perhubungan lahir batin, antara kita sebagai manusia dengan sesama makhluk kita dengan alam beserta pencintanya. Dan penyelenggaraan semua perhubungan itu meminta cara. Cara yang sebaik – baiknya, seadil – adilnya, seindah – indahnya, setepat – tepatnya, tapi pun sepraktis – praktisnya, dan semanfaat – manfaatnya bagi kehidupan segenapnya. ( Atheis, hal. 9 )
Hal ini menggambarkan tentang kehidupan, hubungan antara manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia, dan hubungan manusia dengan alamnya.

2. Amanat
Banyak pelajaran yang bisa kita dapatkan dari novel Atheis ini. Dalam novel ini kita seakan – akan diingatkan, tentang kehidupan orang yang begitu fanatik dalam menjalankan agamanya, orang – orang yang hanya memikirkan urusan akhirat saja. Padahal Tuhan menyuruh manusia beribadah dengan tidak melupakan kewajibannya sebagaimana manusia di dunia. Ketaatan Hasan bersembahyang, melakukan ibadah semata – mata karena ketakutannya pada neraka yang selalu dipikirkannya, bukan ketakutan akan Tuhannya. Seperti ditulis dalam halaman 20 :
Dalam khayalku sebagai anak kecil, segala dongeng itu alangkah hidupnya, seolah – olah aku sudah betul – betul melihat neraka.
Aku merasa takut. Menggigil ketakutan. Merapatkan badanku kepada badan Ibu yang sedang mendongeng itu. Ibu memeluk aku. Dibujuk – bujuknya aku,”Tidak usah engkau takut – takut, asal engkau jangan nakal. Mesti selalu turut kepada perintah ayah dan ibu, kepada orang – orang tua, dan mesti rajin bersembahyang dan mengaji.
Achdiat seolah ada di samping kita bercerita tentang pemeluk agama yang keliru mengkuti tradisi semata. Membuat kita sadar bagaimana menjalankan agama yang sesungguhnya.
Kemudian kita juga diberitahukan jangan tergantung pada cinta yang didasari nafsu duniawi. Cinta mengubah Hasan menjadi lupa diri. Karena cintanya kepada Kartini, ia telah menyingkirkan cintanya terhadap Tuhannya dan orang tuanya. Seperti dalam kutipan di bawah ini, bagaimana kuatnya pengaruh Kartinin terhadap kehidupan Hasan :
“Terasa sekali betapa besarnya perubahanku dibanding dulu. Dulu artinya empat bulan yang lalu segala jejak dan ucapanku selalu kusesuaikan dengan “pendapat umum”, terutama dengan pendapat para ahli ulama. Aku selalu berhati – hati jangan sampai menjadi noda dalam pendangan umum, alias “klaim alim – ulama” itu. Tapi sekarang pandangan umum itu sudah tidak begitu kuhiraukan lagi. Bagiku sekarang lebih penting pendapat Kartini. ( Atheis, hal. 108 )

Sebenarnya cinta itu bukan berarti rasa sayang terhadap lawan jenis saja, tetapi untuk Tuhan kita. Cinta itu harus dibarengi dengan akal, pikiran, dan keimanan yang kokoh agar cinta tidak memberi kesesatan dalam hidup kita.

3. Latar
Latar ( setting ) adalah waktu, tempat, atau lingkungan terjadinya peristiwa. Tempat penceritaan novel adalah di Jawa Barat dan khususnya di Kota Bandung . Hal ini bisa dilihat dari kutipan isi novel, yaitu :
Di lereng gunung Telaga Bodas di tengah – tengah pegunungan Priangan yang indah, terletak sebuah kampung, bersembunyi di balik hijau pohon – pohon jeruk Garut. ( Atheis, hal. 16 )

Dapat kita ketahui jeruk Garut berasal dari Jawa Barat karena Garut adalah nama salah satu kota di sana, dan pegunungan Priangan terdapat di kota Bandung. Pernyataan itu dipertegas lagi dalam kalimat berikut :
Aku tunduk saja. Mengerti aku, bahwa orang tuaku itu takut kalau – kalau aku akan menjadi buaya atau akan tersesat ke jalan pelacuran. Maklumlah kota Bandung. ( Atheis, hal. 26 )

Stasiun Bandung sudah samara – samara diselimuti oleh senja, ketika kereta api dari Cibatu masuk. Matahari sedang mengundurkan diri, pelan – pelan dan hati – hati seperti pencuri yang hendak meninggalkan kamar untuk menghilang ke dalam gelap.
Kota Bandung tidak seperti tiga tahun yang lalu. Pada senja hari yang indah seperti itu, di zaman yang lalu kota itu seolah – seolah mulai berdandan. Lampu – lampu listrik di jalan – jalan, di toko – toko dan di rumah – rumah mulai dipasang, seakan – akan manusia bersedia – sedia untuk mulai berjuang membantu Ormurd, dewa terang, dalam perjuangannya yang abadi melawan Ahtiman, dewa gelap. ( Atheis, hal.224 )

Latar waktu cerita ini terjadi dari tahun 1940 – an ketika Belanda dan Jepang mulai memperebutkan Indonesia sebagai tanah jajahannya. Sampai massa menjelang proklamasi kemerdekaan ketika perang dunia II mulai. Hal ini dibuktikan dari tanggal pernikahan Hasan dan Kartini yaitu tanggal 12 Februari 1941. dan dijelaskan dalam novel pada halaman 171 bahwa pemerintah Hindia – Belanda tekuk lutut kepada kekuasaan balatentara Dai Nippon dengan tidak memakai syarat apa – apa. Selain itu, akhir hayat Hasan, dia dibunuh oleh Kusyu Heiho ( yaitu tentara Jepang ) karena dianggap mata – mata.
Latar sosial ( lingkungan ) dapat kita bedakan. Saat usia anak – anak dan remaja Hasan tinggal bersama orang tuanya yang pengaruh agamanya sangat kental. Bandung juga mampunyai latar budaya yang unik, karena hampir semua penduduknya adalah penganut agama yang taat. Dapat dilihat dalam kutipan :
Ayah dan ibuku tergolong orang yang sangat saleh alim. Sudah sedari kecil jalan hidupnya ditempuhya dengan tasbeh dan mukena. Iman Islamnya sangat tebal.(Atheis,hal. 16 – 17 )

Lukisan ini memberikan gambaran latar belakang keagaaman yang melatarbelakangi kehidupan tokoh Hasan sebagai bagian kehidupan suatu keluarga yang beragama Islam.
Sedangkan pada saat dia tinggal di Bandung, dia memasuki latar sosial yang berbeda. Orang – orang yang tidak peduli pada Tuhan, orang – oran yang bebas ( kapitalis ) menjadi teman dalam pergaulannya. Orang yang seperti Anwar yang menganggap “Ik ben een god in het diepst van migh gedach ten” ( dalam pikiranku yang sedalam – dalamnya akulah Tuhan), di halaman 104. dan pernyataan di bawah ini yang memperkuat latar sosial tersebut :
“Juga dalam hal musik dan seni umumnya Rusli ternyata mempunyai pengetahuan dan pemandangan yang luas. Apa yang kuanggap sebagai buah “kebudayaan kapir”; oleh Rusli disebut buah “kebudayaan burjuis”, yang katanya dengan sendirinya akan hilang apabila masyarakat kapitalis sekarang sudah berganti menjadi masyarakat sosialis. Sebab, katanya pula, seperti cabang – cabang kebudayaan lainnya seni dan musik pun adalah hasil masyarakat. Masyarakatnya kapitalis, kebudayaan pun kapitalisme. Demikian selanjutnya,… ( Atheis, hal. 93 )

4. Sudut Pandang ( Point Of View )
Dalam novel ini pengarang menempatkan sudut pandangnya sebagai tukang cerita, di mana di beberapa bab dalam novel ( pada bab I, II, dan bab XIII ), pengarang pun ikut masuk di dalam cerita tersebut. Dari awal sampai akhir pengarang tetap konsekuen dengan sudut pandangnya. Pengarang tidak menggubris/ menguak tentang dirinya, tetapi menceritakan tokoh utama/ sentral dari cerita tersebut. Yang diperkuat dengan kutipan :
Pendek kata, saya akan berusaha supaya sedapat mungkin saya bisa memberi lukisan yang tidak begitu banyak menyimpang dari kejadian – kejadian yang sebenarnya tentang pengalaman – pengalaman Hasan itu, supaya karangannya betul – betul merupakan karangan yang bersifat “Dichtung und Wahreit”.( Atheis, hal. 197 )
Selain itu dalam novel banyak menggunakan kata “aku”. Hal ini terjadi karena dalam menuturkan kisahnya ini pengarang menduduki posisi tempat tersendiri di dalam cerita. Kadang – kadang pengarang melibatkan diri di dalam cerita dan pada cerita yang lain, ia berada di luar cerita sebagai pengamat. Jadi novel ini menggunakan sudut pandang orang pertama tunggal.

5. Alur ( plot )
Alur novel ini disajikan secara sorot balik ( flash back ), sebuah gebrakan baru era tahun ’45.
Teeuw melukiskan alur cerita novel Atheis sebagai berikut :
[ C { B ( A ) B } C ]
Bagian A merupakan bagian dari novel yang berisi riwayat pelaku utama ( tokoh utama ), yaitu Hasan. Bagian ini bermula dari bab III sampai bab XII, yaitu dikisahkan dalam bentuk “aku”, yaitu Hasan.
Bagian B, baik sebelum maupun sesudah A merupakan kisah pertemuan dan perbincangan pengarang dengan Hasan. Bagian ini diceritakan juga dalam bentuk “aku”, tetapi “aku” adalah pengarang bukan Hasan. Bagian – bagian ini hanya sedikit, B yang pertama meliputi bab II, sedangkan B yang kedua meliputi bab XII. Bab XII ini merupakan pertemuan pengarang dengan Kartini, ketika Hasan menghilang. Sedangkan bagian C kedua – duanya merupakan cerita pengarang tentang Hasan yang diperolehnya dari teman – teman dekat Hasan. Bagian C pertama terdiri atas bab I, yang hakikatnya merupakan kelanjutan bagian C kedua yang terdiri atas bab XIV dan XV. Maksudnya adalah bagian C terakhir ( bab XIV dan XV ) merupakan bagian ketika Hasan meninggalkan rumah dan mencari Anwar dengan penyakitnya yang tak kunjung sembuh, kemudian Hasan ditembak mati oleh tentara Jepang dan di bagian C pertama adalah Kartini, Rusli, dan pengarang mendapatkan kabar kematian Hasan. Ceritanya dibalik menjadi alur sorot balik.

6. Gaya Bahasa
Gaya bahasa adalah pencerminan kepribadian pengarang. Dalam novel Atheis, Achdiat banyak menggunakan majas personifikasi seperti :
Matahari sedang mengundurkan diri pelan – pelan dan hati – hati seperti pencuri yang hendak meninggalkan kamar untuk hilang dalam gelap. ( Atheis, hal. 6 )

Kemudian pada hal 123 :
Kalau dulu aku hidup di dalam ketenangan hati seperti air di danau, maka air itu seakan – akan sudah mendesah – desah penuh dinamik seperti air di sungai gunung.

Kemudian pengarang juga menggunakan bahasa Belanda untuk kalimat yang ingin dipertegasnya, seperti :
In de nood leerf men bidden ( Kesusahan hidup mendorong kita sembahyang ). ( Atheis, hal. 20 )
Ik ben een god in het diepst van mijn gedach ten ( dalam pikiranku yang sedalam – dalamnya akulah Tuhan ). ( Atheis, hal .104 )
Soal percabulan, Dat is het echte leven ( itulah hidup yang sebenar – benarnya ). ( Atheis, hal. 226 )

7. Tokoh dan Penokohan
Tokoh Utama ( Protagonis ) adalah Hasan, karena novel ini banyak menceritakan tentang kehidupan Hasan, bagaimana Hasan dari seorang yang taat beragama menjadi seorang Atheis karena orang – orang disekitarnya, dan Hasan adalah tokoh yang berhubungan dengan seluruh tokoh lain, seperti pengarang, Kartini, Rusli, Anwar, orang tua Hasan, Rukmini. Adapun sifat – sifat Hasan adalah :
Seperti namanya pula, rupa, dan tampang Hasan pun bisa sederhana. Hanya badannya kurus, dan karena kurus itulah maka nampaknya seperti orang yang tinggi, mata, dan pipinya cekung portrayal of throught steam. ( Atheis, hal. 13 )
Menunjukkan bagaimana seorang Hasan yang sederhana dan tubuhnya kurus. Hasan juga seorang yang kurang teguh pendirian, seperti dikutip di bawah ini:
Dia seorang pencari. Dan sebagai seorang pencari, maka ia selalu terombang – ambing dalam kebimbangan dan kesangsian. Kesan ia bukan seorang pencari yang baik. ( Atheis, hal. 13 )

Hasan juga seorang yang fanatik dengan agamanya, yang dibuktikan dalam kutipan :
Kadang – kadang aku tidak bisa menyembunyikan kebencian kepada orang yang tidak saleh atau kurang iman.
… berpuasa tujuh hari tujuh malam. Hasan kemudian menyelesaikan ritualnya mandi di kali Cikapundang selama 40 kali, satu malam dan sembahyang Isya sampai shubuh. ( Atheis, hal. 28 – 29 )

Kemudian tokoh lawannya adalah Kartini, Rusli, Anwar, yang sifatnya akan dijelaskan satu persatu.

a. Kartini
Kartini adalah wanita korban Siti Nurbaya dipaksa kawin oleh ibunya dengan seorang rentenir Arab tua yang kaya. Suka belajar dan menempuh hidup kebarat – batan daripada “penjara timur kolot” menurutnya ( dalam Atheis, hal. 34 ). Kartini seorang yang berideologi tegas dan radikal. Etikanya menurut feodal/ burjuis, merupakan wanita yang berpikiran modern. Kartini adalah seorang Athei ( tidak percaya akan keberadaan Tuhan dan agama )

b. Rusli
Rusli adalah teman kecil dari Hasan. Dari kecil Rusli adalah anak yang nakal, jarang sembahyang ( Atheis, hal. 33 ). Rusli juga seseorang yang dapat menghargai orang lain dan sopan, ditunjukkan dalam kutipan berikut :
Tentu saja saudara Hasan tidak akan membiarkan pendapat saya itu. Itu saya dapat mengerti dan hargai, dan memang tak asah saudara Hasan menerima segala apa yang saya katakan itu. ( Atheis, hal. 77 )

Rusli juga seseorang yang mudah mempengaruhi orang lain. Seperti dalam kutipan :
Karena kepandaian Rusli menguraikan pelbagai soal hidup, baik soal – soal kemasyarakatan, politik, ekonomi, dan lain – lain yang selama itu tidak pernah menjadi soal bagiku dan agama. ( Atheis, hal. 104 )

Rusli juga seorang Atheis ( tidak percaya akan adanya Tuhan dan agama ).

c. Anwar
Anwar adalah rekan dari Rusli dan Kartini. Anwar adalah seniman anarkhis dan ramah. Seperti dikutip, bagaimana fisik dari Anwar :
Ia pemuda yang cakap rupanya. Kulitnya kuning seperti kulit orang Cina dan matanya pun agak sipit. Mungkin ia keturunan Cina/ Jepang. Ia berkumis kecil seperti sepot sapu lidi masuk ter dan janggutnya jarang – jarang seperti akar yang liar. Rambutnya belum bercukur. ( Atheis, hal. 101 )

Dan juga disebutkan bahwa Anwar adalah seorang yang periang dan selalu beranggapan bahwa Tuhan itu adalah aku sendiri ( telunjuknya sendiri menusuk dadanya ) dalam Atheis, hal. 104.
Anwar adalah inididualis anarkhis dan suka memaksakan kehendaknya. Dibuktikan pada kutipan di bawah ini :
Ia suka sekali mendesak – desakkan kehendak atau pendapatnya sendiri. Dalam hal ia selalu agresif. Selalu polemis dan mengemukakan dirinya sendiri, seolah – olah dialah saja yang paling pintar, paling benar dan tak diinsyafinya agaknya, bahwa kebenaran itu terlalu besar untuk dimonopoli oleh hanya 1 orang saja, seorang Anwar. ( Atheis, hal 130 )

Ada juga tokoh bawahan seperti Rukmini merupakan wanita penganut agama Islam yang taat, anak seorang raden. Tidak kaku dalam pergaulan, selalu riang dan ramah. Suka sekali bercakap –cakap dan pandai berdandan. Cita – citanya dalah mengabdi dan memajukan Islam.

Read more »»  

KIBLAT TANAH NEGERI


KIBLAT TANAH NEGERI (DRAMA)

Naskah Drama Panggung

Penulis
Gondhol Sumargiyono

Penyelaras
Sugita Hadi Supadma
M. Ahmad Jalidu


Perhatian !
Untuk menggunakan naskah ini harap menghubungi
M. Ahmad Jalidu
08175486266
masjali@yahoo.com
KIBLAT TANAH NEGERI

Introduksi
Suasana : tegang panas
Setting : Rumah Ki Gedhe Lemah kuning (lampu merah)
Musik : Sampak campur vocal + palaran
Waktu : malam hari
Pelaku : Ki gedhe lemah kuning

Palaran surat dari Unggul Pawenang (dibarengi tarian)

Sabdha Jati, aja ngaku Hyang Sukma
Mara sowano mring reki
Najan leresa ing batin
Nanging luwih kaluputan
Wong wadheh ambuka wadi
Telenge bae pinulung
Pulungi tanpa ling-aling
Kurang waskitha ing cipta
Lunturing kanthi nugraha
Tan saben uwong nampani.

Ki Gedhe Lemah Kuning (murka)
Jangankan hanya delapan! Beribu-ribu sesepuh, aku takkan sudi menghadap ke Unggul Pawenang. Aku bukan budak. Aku tidak sudi diperintah. Sejak mentari menampakkan sinarnya aku sudah hidup di antara langit dan bumi ini. Aku dan para sesepuh itu sama, hanya seonggok daging yang berupa bangkai yang tidak lama lagi akan busuk. Menjadi tanah. Tapi hari ini kalian kumalungkung para sesepuh. Beraninya mengundang aku yang sebenarnya sudah manunggal dengan Ywang Sukma. Ki Gedhe Lemah Kuning! (kepada utusan) Pulanglah!

Utusan
Saya akan pulang dan Ki Gedhe turut bersama saya.

Gajah Sora, Lembu Tanaya, dan Kebo Kenanga
Keparat!
Lancang!
Setan alas!
(Keitiganya menghajar dan mengusir utusan)
musik pembuka beranjak kembali
LAMPU BERUBAH

ADEGAN 1
Suasana : Pasewakan
Setting : Unggul Pawenang
Musik : Ladrang
Waktu : Pagi hari

Nila Ambara
Sinuwun, Unggul Pawenang saat ini diselimuti kabut gelap, sinar rembulan takut menampakkan cahaya terang. Unggul Pawenang tertutup awan hitam, sinuwun.

Panembahan Purwa
Apa? Unggul Pawenang diselimuti kabut gelap?

Nila Ambara
Benar sinuwun. Kabut itu semakin pekat seiring tersebarnya ajaran Ki Gedhe Lemah Kuning. Apalagi, hamba mendengar kabar bahwa Ki Gedhe Lemah Kuning ada dibelakang sepak terjang Kebo Kenanga. Banyak pemuda-pemuda yang membangkang pemerintahan Unggul Pawenang karena tergiur mengikuti ajaran Ki Gedhe Lemah Kuning.

Glathik Pamikat
Ananda Sultan, memang benar adanya. Suramnya bumi Unggul Pawenang ini disebabkan oleh Adhi Gedhe Lemah Kuning yang mampu memikat rakyat lantaran ajarannya. Sekarang dia sudah jarang bersama kami, manembah Sang Akarya Jagat di Lawang Kaswargan. Sungguh, ini di luar kebiasaan.

Panembahan Purwa
Oh, Ki Ageng, Aku serasa terkunci di peti besi, terkepung seeribu gunung. Pandanganku terhalang oleh tumpukan harta dan kemewahan, hingga masalah sebesar ini tidak kuketahui.

Gagak Rimang
KI Gedhe Lemah Kuning sudah medhar wewadining jagat kepada kawula Unggul Pawenang. Kawula yang masih tabu akan hal itu, sebab, alam pikiran dan angan-angan mereka masih dipenuhi rimbunnya semak belukar yang lebat. Mereka tidak sepenuhnya memahami kawruh yang kawedhar. Apakah nantinya justru tidak menjerumuskan dan merusak tatanan?

Nila Ambara
Sinuwun, bagi saya, tanpa memandang ajarannya, Ki Gedhe Lemah Kuning jelas-jelas sudah mengacaukan ketertiban negara. Saya tidak boleh tinggal diam, Sinuwun.

Panembahan Purwa
Lalu bagaimana menurut hemat Ki Ageng?

Bonang Panuntun
Ya… Adhi Gedhe Lemah Kuning memang sudah melangkah terlalu jauh. Kami berdelapan sudah berulang mengirimkan undangan, tetapi setiap utusan selalu kembali dengan jawaban yang tidak memuaskan, Adhi Gedhe Lemah Kuning tidak pernah bersedia sowan ke Unggul Pawenang.

(Panembahan Purwa terdian beberapa saat)

Nila Ambara
Maaf, Sinuwun. Keadaan ini semakin pelik sinuwun. Sudah menjadi tanggung jawab saya atas ketentraman rakyat Unggul Pawenang. Jika sinuwun berkenan, saya akan segera menyusul ke padhepokan Gedhe Lemah Kuning. Akan saya jemput beliau, secara halus ataupun dengan paksa.

Jalak Manitis
Nila Ambara! Jangan sampai yang keruh semakin keruh. Kita sedang mencari jalan untuk menemukan kejernihan, Nila Ambara. Sinuwun, rasanya itu juga menjadi tanggung jawab kami untuk mengingatkan Gedhe Lemah Kuning. Untuk sementara beri kami waktu untuk berikhtiar lagi.

Nila Ambara
Jangan bertaruh dengan waktu Ki Ageng!

Panembahan Purwa
Nila Ambara! (membentak)

Nila Ambara
Maaf, sinuwun.

(Wilutama masuk)

Wilutama
Hamba menghadap, Sinuwun.

Panembahan Purwa
Aku terima. Ada apa Wilutama?

Wilutama
Sinuwun, utusan Ki Ageng Glathik Pamikat sudah kembali dan memohon ijin untuk menghadap Sampeyan Dalem.

Panembahan Purwa
Baiklah. Segera persilakan dia masuk!

Wilutama
Sendika dhawuh, Sinuwun.

(Masuk Kidang Tlangkas bersama Wilutama)

Wilutama
Sinuwun, beliau Kidang Tlangkas, yang baru saja kembali dari padhepokan Ki Gedhe Lemah Kuning.
Panembahan Purwa
Bagaimana Kidang Tlangkas? Apakah Gedhe Lemah Kuning bersedia sowan ke Unggul Pawenang?

Kidang Tlangkas
Maaf, Sinuwun, Ki Ageng Glathik Pamikat, Saya tidak berhasil. Ki Gedhe Lemah Kuning menolak datang ke Unggul Pawenang. Dia bahkan menyatakan diri telah manunggal dengan Ywang Sukma. Menyatu dengan dengan Gusti Kang Akarya Jagat.

(Semua terkejut).

Glathik Pamikat
Celaka! Ini semakin mengkhawatirkan. Akan semakin banyak orang yang mengaku Tuhan seperti halnya Ki Gedhe Lemah Kuning.

Bonang Panuntun
Jika sudah begini, harus ada orang yang dapat meluruskan dan mengajak Ki Gedhe Lemah Kuning datang ke Unggul Pawenang untuk membahas masalah ini.

Podang Binorehan
Kita harus berbuat sesuatu Ki Ageng. Jika perlu, Kita yang datang langsung ke sana.

Nila Ambara
Hari ini juga hamba bersedia menjemputnya, Sinuwun.

Jalak Manitis
Sebentar Nila Ambara.

LAMPU BERUBAH


ADEGAN 2
Suasana : Sidang Para sesepuh
Setting : suatu tempat antah berantah
Musik : mencekam
Waktu : siang


Gagak Rimang
Bahayanya adalah jika para pengikut itu tidak mampu memahami dengan benar. Ini menjadi seperti ajaran yang sesat.

Glathik Pamikat
Aku setuju dengan pendapatmu, adhi Gagak Rimang. Akan sangat mengkhawatirkan apabila wewadining jagat, kawruh jatining urip lan kawruh sangkan paraning dumadi kawedhar untuk sembarang orang. Padahal, tiap orang belum pasti mampu menerima ajaran itu.


Jalak Manitis
Maaf, Ki Ageng, apalah gunanya mempersulit diri untuk mendapatkan ilmu. Tidak dapat dinafikan, ajaran itu sudah semestinya diketahui dan dipahami oleh mereka yang manembah kepada Gusti Kang Akarya Jagat.

Bonang Panuntun
Benar, Jalak Manitis. Memang benar. Namun untuk dapat menerima kawruh itu, bukanlah tanpa syarat. Sungguh, itu merupakan anugerah bagi mereka yang sudah mendapat hidayah. Tidak dapat diajarkan begitu saja seperti halnya ilmu wadag. Jika si penerima tidak kuat, justru akan kehilangan kiblat.

Podang Binorehan
Benar. Sebab ilmu yang diajarkan Ki Gedhe Lemah Kuning dapat menjadikan orang salah paham. Dia medhar kawruh, bahwa sesungguhnya kehidupan manusia di dunia ini ada karena kawruh budi, bukan dari Riptaning Gusti kang Murbeng Dumadi. Itu bisa ditafsirkan secara mentah, Sehingga akhirnya para pengikut itu tidak lagi manembah kepada sang Khaliq. Lupa kewajibannya. Apa keadaan seperti itu masih bisa membuat kita diam menunggu?

Gagak Rimang
Mereka akan menghilangkan syariat. Sungguh kerusakan yang parah.

Podang Binorehan
Di kemudian hari, murid-muridnya pasti akan lebih berani melanggar syariat. Yang haq dikatakan batil, dan yang batil dikatakan Haq. Halal dibilang haram dan sebaliknya. Peradaban akan hancur.

Jalak Manitis
Tetapi selama ini kita hanya mendengar. Kita belum benar-benar menyaksikan apakah ajaran itu benar-benar menyebabkan kerusakan negara?

Podhang Binorehan
Jalak Manitis! Apa kamu tidak mendengar Nila Ambara sudah matur bahwa Gedhe Lemah Kuning juga ada di balik sepak terjang Kebo Kenanga. Itu bukti pengaruh buruk ajaran Gedhe Lemah Kuning.

Glathik Pamikat
Ki Gedhe Lemah Kuning juga mengajarkan, bahwa manusia yang lahir ke dunia ini sebenarnya hidup dalam kematian. Bumi yang dipijak ini dianggapnya alam kubur. Ini benar-benar akan merusak syariat!

Gagak Rimang
Bagi mereka yang dangkal pemahamannya, lalu ambil enaknya saja, menyimpang dari ketetapan syariat. Mereka tidak butuh manembah marang Gusti, sebab anggapan mereka, kini telah ada di alam kubur.

Bonang Panuntun
Ya, benar. Mereka yang masih awam justru akan begitu mudah melanggar syariat, tidak mau lagi manembah Gusti di Lawang Kaswargan. Meniru perilaku Ki Gedhe Lemah Kuning. Padahal jika diibaratkan jalma itu buta, bisu, tuli, sebenarnya tingkah laku itu datang dari Hyang Manon. Bukankah di dalam Jitabsara sudah ditegaskan, bahwa diciptakannya manusia di dunia ini hanyalah untuk ngabekti marang Gusti. Bila seperti ini, lalu bagaimana jadinya?

Jalak Manitis
Lalu untuk apa pohon besar yang rimbun dan lebat jika buahnya tidak dapat dipetik dan dinikmati orang? Itu tidak bermanfaat. Juga apa gunanya pohon yang rindang, jika tidak mampu memberikan keteduhan bagi orang yang singgah di bawahnya?

Podhang Binorehan
Adhi Jalak Manitis! Belum saatnya kawula di Unggul Pwenang menerima kawruh tersebut. Walaupun benar adanya, tapi sesungguhnya salah bila kawruh itu kawedhar. Sebab akan berakibat fatal bagi mereka yang benar-benar belum siap menerimanya. Lalu, akan menggiring mereka keluar dari tuntunan Jamus Kalimasada. Apakah satu cawan kecil dapat menampung air sebelanga? Bila saat ini baru ada cawan, isi saja cawan itu hingga penuh. Tidak lebih.

Jalak Manitis
Apakah kita ini tidak berbeda dengan manusia lain Ki Ageng? Kita sama-sama manusia. Jika kita mampu, mestinya semua orang juga mampu. Gedhe Lemah Kuning memang telah sampai pada tahap makrifat, setelah melalui syariat, hakikat, dan tarekat.

Podang Binorehan
Tetapi murid-murid dan pengikutnya tidak bisa langsung menerima makrifat.

Jalak Manitis
Saya kira Gedhe Lemah Kuning juga tahu bagaimana mengajarkan ilmu pada muridnya. Jika Gusti yang dia sembah sama dengan Gusti yang kita sembah. Mestinya juga sama-sama bertujuan kemaslahatan bersama. Sama-sama guru, boleh saja berbeda cara mengajar.

Podang Binorehan
Adhi Jalak Manitis! Kamu membela Gedhe Lemah Kuning!

Jalak Manitis
Saya hanya berusaha Khusnudzon Ki Ageng. Saya takut kekhawatiran kita berkembang menjadi kedengkian. Ki Ageng sendiri yang mengajarkan untuk berbaik sangka. Kenapa Ki Ageng berbalik.

Podang Binorehan
Jalak Manitis! Sebenarnya apa kehendakmu?

Semua serentak
Ki Ageng! Sabar!... sabar…

Jalak Manitis
Saya hanya tidak ingin, menyelesaikan kerusakan dengan kerusakan.

Bonang Panuntun
Dan kita hampir saja ikut-ikutan rusak Jalak Manitis. Sabar…

Gagak Rimang
Lebih baik, kita menyusul ke sana dan berusaha membujuknya. Jika Nila Ambara sudah berangkat, saya khawatir keadaanya menjadi semrawut. Nila Ambara itu senopati, jangan sampai dia menggunakan cara-cara keprajuritan.

Podang Binorehan
Jika itu memang jalan satu-satunya kenapa tidak. Yang saya khawatirkan adalah Nila Ambara belum tentu mampu menghadapai kekuatan Gedhe Lemah Kuning.

Jalak Manitis
Maaf, Ki Ageng. Jika seperti itu yang ada di pikiran Ki Ageng, saya tidak setuju. Lebih baik saya berangkat sendiri…

Semua
Jalak Manitis!

LAMPU BERUBAH



ADEGAN 3

Suasana : Ki Gedhe Lemah Kuning medhar kawruh
Setting : Padhepokan Gedhe Lemah Kuning
Musik :
Waktu : Sore Hari
Pelaku : Gedhe Lemah Kuning, Gajah Sora, Kebo Kenanga, Lembu Tanaya dan murid-murid.

Gedhe Lemah Kuning
Camkanlah murid-muridku. Sesungguhnya bumi yang kita pijak ini adalah alam kubur. Di alam kubur, manusia masih juga gemar menumpuk harta dan segala yang tidak akan dibawanya kelak di alam kelanggengan, alam setelah kematian. Akibatnya, mereka menafikan keberadaan hidup yang sejati.

Gajah Sora
Maaf, guru. Dahulu pernah kau katakan. Manusia diturunkan ke alam padhang ini hanyalah layaknya bangkai, belum berujud manusia sejati.

Gedhe Lemah Kuning
Di alam padhang ini, manusia hanya menunggu saatnya maut menjemput. Manusia dilahirkan, hidup dan tumbuh, dan akhirnya hanya akan mati.

Lembu Tanaya
Guru. Jika ada manusia yang menginginkan hidup langgeng, bagaimanakah caranya?

Gedhe Lemah Kuning
Bila ada manusia yang punya keinginan untuk mendapatkan hidup abadi, dia harus memiliki ilmu kamukswan. Tapi apalah gunanya? Punya umur panjang, tapi tidak bisa sumarah, berserah diri kepada gusti. Tidak bisa hidup dengan ikhlas. Apalagi, wadhagnya akan kasat mata.

Kebo Kenanga
Lalu bagaimana seharusnya manusia hidup itu, Guru?

Gedhe Lemah Kuning
Manusia hidup harus berani mati. Bukan keterpaksaan mati seperti halnya manusia kebanyakan. Manusia harus mencari jalan kematian menurut kehendaknya sendiri. Bukan kematian yang disebabkan oleh sesuatu apapun, kecuali kehendaknya sendiri.

Kebo Kenanga
Mati oleh kehendaknya sendiri? Wah.. aku belum mengerti, Guru.

Gedhe Lemah Kuning
Kebo Kenanga, Manusia yang disebut mati atas kehendaknya sendiri adalah manusia yang dapat mengembalikan hutang-hutang selama hidupnya. Ialah dari apa saja yang telah dipinjamkan Gusti kepadanya, di antaranya badan wadhag dan nyawanya.

Lembu Tanaya
Jika begitu, manusia harus membayar hutang-hutang tersebut? Apa maksudnya, Guru?

Gedhe Lemah Kuning
Lembu Tanaya, badan wadhag atau raga harus kembali ke tanah, atas kehendak sendiri. Yang berasal dari air harus kembali menjadi air, dari udara menjadi udara, dari api menjadi api, dan roh kembali ke alam kamukswan. Yang tinggal hanya pribadinya sendiri.

Gajah Sora
Pribadinya sendiri? Apa artinya?

Gedhe Lemah Kuning
Wujud Pribadi itu sesungguhnya wujud kehidupan sejati. Wujud yang manunggal dengan Gusti. Pribadi manusia itu sesungguhnya manunggal klawan Ywang Sukma.

Kebo Kenanga
Bagaimana caranya mencari hidup sejati yang kaumaksudkan itu, Guru?

Gedhe Lemah Kuning
Dengan cara beribadah, manembah marang Gusti Kang Akarya Jagat.

Gajah Sora
Beribadah itu bagaimana Guru? Apakah harus di Lawang Kaswargan seperti orang kebanyakan?


Gedhe Lemah Kuning
Ibadah berangkat dari getaran kalbu. Hasrat dari wujud pribadinya. Dan ibadah itu tidak harus dilakukan di Lawang Kaswargan. Mencangkul sawah itu ibadah. Bercocok tanam itu bagian dari ibadah. Manembah marang Gusti. Bila dengan bersujud di Lawang Kaswargan sudah merasa dirinya manembah marang Gusti, namun perilakunya tidak mematuhi tatanan, melanggar hukum yang ada, merugikan sesama, itu sama dengan orang merugi.

(Nila Ambara Masuk. Para Prajurit menunggu di luar)

Nila Ambara
Kakang Gedhe Lemah Kuning…

Gedhe Lemah Kuning
Oh… Adhi Nila Ambara, silakan masuk. Ada perlu apakah gerangan hingga Adhi datang ke padhepokanku ini?

Nila Ambara
Maaf, kakang Gedhe Lemah Kuning, Aku diutus oleh para sesepuh dan sinuwun Panembahan Purwa…

Gedhe Lemah Kuning
Pastinya kau diperintah untuk membawaku sowan menghadap ke Unggul Pawenang. Benar Bukan?

Nila Ambara
Benar, Kakang. Mengapa Kakang menyebarkan ajaran yang belum saatnya diterima kawula di Unggul Pawenang?

Kebo Kenanga
Kakang Nila Ambara! Ki Gedhe Lemah Kuning tidak pernah mencari murid. Bukan sumur lumaku tinimba. Justru para kawula sangat ingin mendapatkan ilmu darinya. Kami ibarat semut yang mencari gula.

Lembu Tanaya
Mengapa pula para sesepuh dan Panembahan Purwa melarang orang menuruti hasrat hatinya sendiri. Hasrat hati adalah milik pribadi yang merdeka.

Gajah Sora
Langit dan bumi bukanlah milik sinuwun Panembahan Purwa. Semua isi langit bumi dan seluruh ilmu adalah milik Gusti untuk semua titahnya. Tidak ada yang berhak mengusainya sendiri.

Nila Ambara
Tapi Kakang Gedhe Lemah Kuning telah merusak ketentraman negara dengan kawruh yang diajarkannya. Atas dasar apa kakang Gedhe Lemah Kuning berani medhar wewadining jagat-sejatining urip.


Kebo kenanga
Kakang, cobalah kaupikirkan dan kaurasakan sungguh-sungguh! Di dadamu sebenarnya sudah tertanam kawruh seperti yang telah diajarkan oleh Guru. Cobalah sekali lagi! Jika Kakang bersedia membaca suratan yang tertulis di dasar hati, sudah tentu kau akan tanggap sasmitaning gaib. Dan kau pasti akan mengerti apa yang disebut kehidupan sejati. Gesang kang Sejati!

Nila Ambara
Gesang sejati itu hidup sebagai titah dan khalifah yang tunduk pada Gusti. Gesang sejati itu keseimbangan kaswargan dan kadonyan. Manembah Gusti dengan tertib tuma’ninah. Bukan menjadi Gusti bagi dirinya sendiri.

Gajah Sora
Tetapi…

Nila Ambara
Sekali lagi aku tegaskan! Gedhe Lemah Kuning telah melanggar tatanan syariat! Oleh sebab itu, mau tidak mau harus ikut aku menjelaskan hal ini ke Unggul Pawenang.

Gedhe Lemah Kuning
Aku tidak akan datang ke Unggul Pawenang! Tidak ada yang dapat dan boleh memerintahku. Aku bukan budak siapapun. Aku adalah utusan diri pribadiku. Hanya perintah pribadi sejati ini yang akan kuturuti. Pulanglah Nila Ambara.

Nila Ambara
Apa perlu kuulangi? Nila Ambara datang untuk menjemput Gedhe Lemah Kuning sowan ke Unggul Pawenang…

Lembu Tanaya
Dasar! Tamu tak tahu diri! (menghantam Nila Ambara…)

(Peperangan prajurit Nila Ambara dan murid padhepokan Gedhe Lemah Kuning tak terhindarkan…)



ADEGAN 4
Para sesepuh datang menghentikan peperangan

Jalak Manitis
Hentikan! Nila Ambara, tarik prajuritmu! Ini urusan para sesepuh dengan Adhiku Gedhe Lemah Kuning.

Gedhe Lemah Kuning
Salam hormatku para sesepuh. Ketahuilah, bukan kami yang menginginkan ini.

Podang Binorehan
Adhi Gedhe, Surya telah mulai merangkak ke barat. Sebentar lagi hari akan gelap. Jangan kau lanjutkan keinginanmu.
Gedhe Lemah Kuning.
Keinginan yang mana? Aku sekedar menuruti kehausan mereka pada ilmu kehidupan. Dan bukankah ilmu kehidupan laksana air bagi seluruh kehidupan.

Bonang Panuntun
Aku paham keinginanmu, Dhi. Tapi ilmu itu belum semestinya diajarkan pada kawula Unggul Pawenang untuk saat ini.

Gedhe Lemah Kuning
Ki Ageng, untuk apa mempersulit ilmu? Bukankah Ki Ageng sendiri juga merasa keberadaan kita adalah sebagai pancuran yang mengucurkan kawruh dari sendang kasejaten?

Podang Binorehan
Tapi bukan dengan mengajar sembarang kawruh! Jangan main gebyah uyah! Mereka belum mampu! Langkahmu itu bisa-bisa melenyapkan syariat! Tanpa syariat, hakikat itu sesat Dhi!

Gedhe Lemah Kuning
Bukankah ajaranmu isinya syariat! Lalu kenapa khawatir kehilangan syariat! Kita sama-sama punya murid. Kenapa tidak biarkan saja para kawula memilih dengan merdeka ajaranku atau ajaran Ki Ageng. Kenapa tidak berani?!

Podang Binorehan
Lemah Kuning!

Jalak Manitis
Adhi Gedhe Lemah Kuning…
Marilah Dhi, kedatangan kami adalah untuk berdamai dan mengajakmu turut bersama kami. Saling anyamlah sebab kita menjadi payung keselamatan jalan kawula, Dhi.

Gedhe Lemah Kuning
Kakang Jalak Manitis, aku paham maksudmu, tapi jalan kita memang sudah berbeda.

Jalak Manitis
Kamu menyebut Gusti yang sama dengan yang aku sebut. Mestinya sama Dhi… Kita tidak sebodoh ini, membiarkan anyaman tecabik, hingga koyak dan tak mampu lagi menjadi payung peneduh… kita bicara dan menyatukan hati serta langkah. Ajaran kita tak mengajarkan kerusakan…

Gedhe Lemah Kuning
Kita berbeda Kakang. Ajaranku juga tidak ingin merusak. Tapi …

Jalak Manitis
Bukalah hatimu, Dhi… pandanglah aku… kita tidak berbeda.
Masih ada samudra waktu untuk berbenah dengan qonaah dan hati yang ramah.



Gedhe Lemah Kuning
Terima kasih Kakang… Aku hormat padamu. Tapi biarlah aku tetap seperti ini. Tak ada gunanya berubah. Aku sudah sampai pada apa yang kuinginkan. Aku hidup manembah pada Gustiku, dan telah manunggal dalam diriku. Aku kini hanyalah mati di dalam hidup. Tak bisa lagi diusik.

Jalak Manitis
Dhi, kamu hidup di alam hidup Dhi. (dengan nada haru yang dalam)

Podang Binorehan
Oo… Jadi kamu sudah bisa hidup di dalam mati, mati dalam hidup?

Gedhe Lemah Kuning
Bisa.

Podang Binorehan
Seperti apa? Yang mati tak akan berbuat apa-apa. Tak ada takut, eman dan tak pula berkehendak lagi. Apa kamu juga bisa?

Gedhe Lemah Kuning
Bisa! Dan kali inipun akan kutinggalkan semua. Mustahil aku takut. Sehelai rambut terbelah sejuta, tiada gentar menghadapi maut. Meski jiwa raga bercampur tanah dengan bumi menyatu. Aku takkan menghindar. Takdir tiada kenal mundur yang menguasai segala kejadian. Orang mati tiada merasa sakit, yang merasa sakit itu hidup yang ada di dalam raga. Bila tugas jiwa telah tunai, maka alam Aning Anung tempat kembalinya. Alam yang tentram dan bahagia. Aman damai sejahtera. Selamanya tiada ketakutan terhadap bahaya.
Kehendak pribadiku…
Mengembalikan segala yang dari Gustiku…
Kutinggalkan alam raga
Pribadiku, kembali pada Ywang Mukswaku…

MUKSWA

The End of SELESAI…
Musik dan tarian penutup.
Penonton bersorak tanpa beranjak, berharap keindahan tak pernah usai…

Hepi besdey UNY.
Semoga semakin tua bijaknya, dan semakin muda gesitnya.

Read more »»  

Minggu, 09 September 2012

RAKYAT
 Karya : Hartoyo Andangjaya 
 hadiah di hari krida buat siswa-siswa SMA Negeri Simpang Empat, Pasaman 

Rakyat ialah kita jutaaan tangan yang mengayun dalam kerja
di bumi di tanah tercinta
jutaan tangan mengayun bersama
membuka hutan-hutan lalang jadi ladang-ladang berbunga
mengepulkan asap dari cerobong pabrik-pabrik di kota
menaikkan layar menebar jala
meraba kelam di tambang logam dan batubara
Rakyat ialah tangan yang bekerja

Rakyat ialah kita
otak yang menapak sepanjang jemaring angka-angka
yang selalu berkata dua adalah dua
yang bergerak di simpang siur garis niaga
Rakyat ialah otak yang menulis angka-angka

 Rakyat ialah kita
beragam suara di langit tanah tercinta
suara bangsi di rumah berjenjang bertangga
suara kecapi di pegunungan jelita suara bonang mengambang di pendapa
suara kecak di muka pura suara tifa di hutan kebun pala
Rakyat ialah suara beraneka

Rakyat ialah kita
puisi kaya makna di wajah semesta
di darat
hari yang beringat
gunung batu berwarna coklat
di laut
angin yang menyapu kabut
awan menyimpan topan
Rakyat ialah puisi di wajah semesta

Rakyat ialah kita
darah di tubuh bangsa
debar sepanjang masa
Read more »»  

Kamis, 06 September 2012


Lakon
ORDE MIMPI
Karya R Giryadi

BABAK I

DRAMA INI DIMULAI DENGAN SUARA BERDENTANG TANDA KEHIDUPAN DIMULAI. MUSIK RITMIS MENGIRINGI DENTANG YANG BERDENYUT SEPERTI DETAK NADI. LIGTHING PERLAHAN MENYALA MENYINARI ORANG-ORANG DALAM TABUNG BESAR. MULUT DAN MATA MEREKA TERTUTUP RAPAT. SEPERTI SEDANG MENJALANI SEBUAH PROSES KELAHIRAN. DI LUAR TABUNG BESAR, DUA ORANG SEDANG BERCAKAP-CAKAP SERIUS.

PAKARWAN:(Modar-mandir, gelisah)
Aku belum menemukan jawaban.

RIBAWAN
Apa perlu rumus-rumus?

PAKARWAN (Berpikir sejenak)
Sebenarnya tidak perlu. Tetapi aku ragu, kerena mereka penuh dengan rumus-rumus yang telah diformalasikan. Lihat kepala mereka terlalu besar. Di dalamanya segebok rumus-rumus hidup siap digunakan.

RIBAWAN
Jadi, masih diperlukan perhitungan yang tepat?

PAKARWAN
Bukan perhitungan tetapi kesepakatan. Jangan sampai kehadirannya menjadikan suasana kacau.

PAKARWAN
Tetapi mereka kan berdiri dari rumus-rumus. Kita siap mengendalikan.

RIBAWAN
Jadi apakah harus kita delete tanda formulasi?

PAKARWAN
Mana mungkin bisa? Tanda-tanda itulah yang mungkinkan mereka hidup. (Mencoba berpikir lagi) Ah….buntu!

MUSIK IRAMA DENGUS LABORATORIUM TERDENGAR PERLAHAN. KEDUA ORANG SEDANG MENGAMATI HASIL EKSPERIMENYA. MEREKA MEMBICARAKAN SEKUTU TETAPI TIDAK TERDENGAR. MEREKA BEGITU SERIUS. DAN DARI SUDUT LAIN DATANG SESEORANG YANG DIKAWAL ORANG BERPAKAIAN ANEH.

TUAN JABAT
Selamat apa saja!

KOOR
Selamat apa saja!

PAKARWAN
Oh, Tuan Jabat. Selamat datang di laboratorium Rekayasa Gene kami. Silahkan, silahkan. Kami sudah menunggunya sejak tadi. Mengenai pesanan itu, mohon diperiksa dulu.

TUAN JABAT (Melihat-lihat tabung besar)
Good, good. Apakah sudah bisa?

PAKARWAN (Diam sejenak. Klincutan)
E…..e…..begini ….e

RIBAWAN
Sudah, tuan…e…ee…tetapi

TUAN JABAT
Oh..no. Kok, pakai tetapi segela!

RIBAWAN
Be..be..be benar Tuan. Kita masih perlu waktu untuk berpikirlebih matang.

TUAN JABAT
Ah, teori

PAKARWAN
Tepat sekali, Tuan. Kita memang masih butuh teori untuk menterjemahkan kelahirannya. Kita masih punya sisa benyak generasi yang nggangur. Bahkan dari informasi pihak Badan Pemerhati Generasi (BPG), ternyata masih banyak yang ingin memperpanjang hidupnya. E..e kalau tidak salah, menurut mereka, Tuan termasuk di dalamnya. Benarkah, Tuan?

TUAN JABAT
Ah, kamu itu tahu saja.

RIBAWAN
Menurut kabar angin. Kalau itu benar, Tuan sedang merehap rumah dan mengganti segala perabotannya. E, termasuk kursi kesayangan Tuan. Katanya sekarang kursi Tuan semakin tinggi. Begitukah?

TUAN JABAT
Wah, wah, wah. Ternyata kabar itu lebih santer dari kenyataan yang salah alami. No, no, saya merenofasi beberapi bagian saja. Itu kan, hanya menuruti istri dan anak-anak saja. Wah, wah, wah semakin tinggi kekuasaan semakin tinggi banyak angin yang menamparinya…haa…haaa..haa. I don’t now, mengapa mereka begitu menginginkanya?

RIBAWAN
Ingin menduduki kursi itu?

TUAN JABAT
Bukan, ingin membelinya. (Mereka bersam-sama tertawa cekikikan). Ah, lupakan saja. Terus, bagaimana ini, apakah perlu ada surat keputusan.

PAKARWAN
Tidak perlu formal-formalnya begitu. Mereka sudah dilengkapi dengan sistem pengendali otomotis yang menyatakan kelahirnya. Pada saatnya mereka akan keluar sendirinya sesuai dengan rencana kita. Yang perlu kita siapkan saat ini hanya, kesediaan kita menerima mereka di tengah-tengah kita.

TUAN JABAT
Teori lagi!

PAKARWAN
Kerena mereka terdiri dari rumus-rumus baru. Bisa-bisa kita habis oleh rumus-rumusnya. Kita tidak bisa berimprovisasi saja. Kita herus lebih pintar darinya.

TUAN JABAT
Apakah itu, yang menyebabkan keterlambatan kelahiran mereka.

RIBAWAN
Mungkin. Atau memang kita belum siap?

PAKARWAN
Bukan, kita belumterlalu membutuhkan kehadiranya.

TUAN JABAT
Itu ketakutan kita.

PAKARWAN
Bisa juga begitu.

TUAN JABAT
Ah, sudahlah jangan risau. Apakah kalian lupa dengan dua mesin disampingku ini. He, kalian ngomong. Jangan diam saja. Masak ngomong saja menunggu perintah.

KOOR (M16DAN AK47)
Siap Tuan!

TUAN JABAT
Ayo ngomong!

M16
Siap melaksankan tugas!

AK47
Siap melaksanakan tugas!

TUAN JABAT
Apa? Tugas apa ?

KOOR (M16 DAN AK47)
Siap, keamanan Tuan!

TUAN JABAT
Saya kira kalaian sudah mendengar sendiri. Saya tidak perlu berlama-lama di sini. Saya masih ada tugas jawabnya. Saya pergi dulu. Selama apa saja.

KOOR
Selamat apa saja!

TUAN JABAT, M16, AK4 OUT STAGE. PAKARWAN DAN RIBAWAN SALING PANDANG, SEPERTI MEMBUAT KESEMPAKATAN, KEMUDIAN OUT STAGE. LIGHTING PERLAHAN MEREDUP. MESIK MENGIRING KERAS SEPERTI BENDA YANG BERGESEK-GESEKAN, BERBENTURAN. MUSIK BERHENTI, KETIKA MENDENGAR SUARA DARI SPIKER BERKOAR-KOAR.

SPIKER
Perhatian! Perhatian! System Pengendalian Pusat (SP2) memerintahkan agar mengendali-mengendali cabang siaga penuh. Gene 1, 2, dan akan membuka sisitem sementara. Kepada gene1, 2, dan kita akan masuk tanda formulasi plus (+), tanda kehidupan dimulai. (Tekan tombol) Selamat datang!

KETIGA GENE YANG BERADA DALAM TABUNG PLASKTIK, MULAI BERGERAK PERLAHAN-LAHAN. TUBUHNYA OTOT-OTOT MULAI MEREGAK, KAKU, DAN KEJANG –KEJANG. KEJANGAN TUBUHNYA SEMAKAIN LAMA SEMAKIN KERAS DIIKUTI SUARA MENGERANG-NGERANG , SUARA JERIT, DAN TANGIS.

SPIKER
Perhatian, kepada seluruh Sistem Pengendalian Cabang (SPC), kita menuju formula samadengan (=). Kepada masyarakat luas, mohon memperhatikan datangnya generasi baru gene 1, 2, dan 3. Semua cabang sudah siaga. Okey! Berpisah untuk meluncur melaksanakan tugas. Hitungan mundur : 10,9,8,7,6,5,4,2,1, go…!
Ketiganya meluncur melalui papan luncur. Musik berdendang keras. Lighting berkilat-kilat. Mereka meluncur cepat sekali, hingga bertemu pada sudut yang ditetentukan. Mereka saling pandang, saling mengamati, saling meraba seluruh tubuh. Mereka ingin saling sapa. Tetapi mulutnya tidak mengeluarkan suara. Mereka mengunakan bahasa isyarat yang tidak ada artinya. Dan membuat mereka bertambah bingung akhirnya mereka tidak meneruskan bicara. Tiba-tiba dikejutkan oleh suara dari spiker.

SPIKER
Halo, halo, SP2 memanggil. (Ketiga orang yang sedang melamun terperanjat, kemudian mencari sumber suara). E, maaf. Eror, eror, ada gangguan teknis. Maaf kita lupa menekan tombol kode bahasa. Tunggu sebentar, ada sesuatu (Sumber suara menjauh dan terdengar lirih. Speker tendengar sedang bercakap-cakap dengan seorang perempuan) –sebentar sayang, saya sedang serius, jangan ganggu saya. Nanti sajalah puaskan dirimu, kalu sudah selesai semuanya- (Suara kembali terdengar jelas) SP2 memanggil! Kode sudah ditekan, silahkan dicoba!

MEREKA MULAI MENGGERAKANA MULUTNYA. KATA YANG MULAI DIUCAPKANNYA ADALAH: AKU, SAYA, DAN KAMU. MASING-MASING MENYEBUT DIRINYA DAN SALING MENYEBUT YANG LAIN.

ORANG I
Aku…..aku…. aku..(menunjuk dua temanya)

ORANG II
Aku? (menunjuk dirinya) Aku…A-k-u.

ORANG III (Menunjuk dirinya)
Aku…A-K-U

ORANG I TIDAK MENGERTI, DUA TEMANYA JUGA MENYEBUT SAMA: AKU. KEMUDIAN DARI SPIKER TERDENGAR SUARA. MEREKA TERKEJUT DAN MENCOBA BERSAMA-SAMA MENDEGARKANYA.

SPIKER
Benar dan bagus. Kalian sudah mengenal kata. Untuk itu dari pengendalian dari pengendalian kata-kata yang telah dibuat sesempurna dan sebaik mungkin. Untuk itu gunakan bahasa itu sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya. Bahasa itu akan kalian gunakan untuk percakapan sehari-hari, agar kalian saling mengenal.
E..mohon perhatian, selain kalian akan diberi tanda pengenal yang disebut nama masing-masing, maka kata AKU harus ditanggalkan. Yang harus kalian gunakan adalah gene 1 mempunyai nama Pekerti. Ingat Pa-ker-ti. Gene 2 mempunyai arti Panarut. Ingat Pa-nu-rut, dan gene 3 mempunyai nama Panrimo. Ingat Pa-nri-mo.
Kali terakhir, larangan yang harus dipatuhi adalah (1). Dilarang berbicara terlalu keras .(2). Dilarang berpikir yang aneh-aneh. (3). Dilarang melihat sengaja maupun tidak sengaja. (4). Dilarang mengajukan pertanyaan dan usul.
SP2 akan mengambil tindakan preventif bila salah satu larangan kalian langgar. Disana ada M-16 dan Ak4 Kalau mereka tidak bisa mengatasi, maka akan diambil tindakan penangan khusus dengan merubah formula tanda kurang(-) bila memperlambat aktifitas anda dan tanda bagi (:) akan mengentikan aktifitas anda. Demikian mohon diperhatian dan selamat menempuh hidup baru.

(Sooosssssssss, suara spiker mengilang)

PAKERTI
He, jangan pergi! (sesaat, ia tidak sadar kalau sudah bisa berbicara. Mulutnya diraba seakan tidak seakan tidak percaya) Apa yang terjadi. Apa artinya ini? He, jangan pergi! Lo..apa ini? lagi-lagi aku..

PANURUT (Memandang dengan penuh heran)
Apa itu? (Ia terkejut dengan kalimat yang diucapkan).

PANRIMO (Plenggang-plenggong, tidak mengerti apa-apa. Ia mendekati kedua orang temannya. Yang sedang meraba-raba mulutnya.ia ikut meraba mulutnya dan juga meraba mulut tamanya)
Kenapa kamu? (Terkejut).

MEREKA SALING PANDANG. KEMUDIA SALING MERABA MULUTNYA SENDIRI DAN MULUT TEMANNYA. SESEKALI BURUSAHA MELIHAT DALAM MULUT DENGAN RASA KAGUM, CEMAS, DAN TAK MENGERTI MEREKA DUDUK TERMENUNG.

PAKERTI (Menunjuk)
Siapa kalian?

PANRIMO
Kalian itu loh? (Tidak sadar)

PANURUT
Apa maksudmu!? (Berteriak)

PANRIMO.
Apa? (Juga tidak mengeti)

PEKERTI
A-p-a, Apa.

PANURUT (Manggut-manggut)

PANRIMO
Kenapa? (Memandang dengan heran)

PENURUT (Mengelengkan kepala)

PANRIMO
Lho…? (Tambah tidak mengerti)

MEREKA KEMBALI SALING MEMANDANG DENGAN EKSPRESI TAK MENETU. DAN TAK SEORANG PUN MENGERTI APA MAKSUDNYA. MEREKA SALING TATAP BAHKAN SALING MERABA WAJAH MEREKA MASING-MASING DAN JUGA SALING MERABA TUBUH MEREKA. PADA PUNCAKNYA, MEREKA MERASA GELI. GERAKAN TUBUHNYA KEJANG-KEJANG. MENGGELIAT-MENGGELIAT. TERTAWA KECIL. CEKIKIKAAN. DAN MELEDEHKAN TAWA MEREKA.

KOOR.
Haaa, ha, ha, ha, ha, ha, ha, ha. (Terpingkal-pingkal).

PEKERTI.
Cukup, cukup, berhenti! (Berteriak)

PENURUT
Apa lagi itu? Hik…hik..Hik..ha..ha haaaaaaaa!

KOOR (Tertawa terbahak-bahak. Semakin keras. Semakin terpingkal-pingkal).

TUAN JABAT. (Dari dalam, muncul tiba-tiba)
Pekerti. Panurut. Panrimo! (Mereka berhenti tertawa, memandang kagum kepala Tuan Jabat dan dua pengawalnya) O, ternyata kalia sudah ada disini. (Mereka saling memandang, tidak mengerti). Maafkan saya dan dua pengawal setia saya ini, datang tidak tepat pada waktunya. (Tak kuat menahan tawa. Akhirnya tertawa bersama. Tetapi tiba-tiba mereka berhenti)

M-16 DAN AK-47 (Bersama-sama mengokang senjata)

TUAN JABAT
Pengawal janangan terlalu agresif. Biarkan mereka. Mungkin ada kesalahn. O, ya , saya lanjutkan. Jalanan macet, lagi pula informasi yang saya peroleh kurang akurat. Jadi maklum, tetapi untunglah akhirnya kita bisa bertemu. (Memandangi ketiganya) Oh, sungguh hasil yang memuaskan.

Tentunya kalian sangat beruntung dan bahagia terlahir di sini. Tempat ini begitu tentram dan damai. (Pause) Lo, kenapa kalian tampak murung. Jangan diam saja. Ayo coba katakan kegembiraanmu Pakerti. O, ya, siap yang namanya Pakerti. (Tidak ada yang mengangkat tangan). Lho? Yang namanya Panurut yang mana? (Tidak ada yang mengangkat tangan). Lho?! Panrimo yang mana? (Juga tidak ada yang mengangkat tangan). Lho!!!?? (Lebih keras).

Tidak apalah, tetepi berbahagialah, karena kamu mamasuki era baru kehidupan. Tidak gemen-gemen lo. Kalian sudah merdeka. Ini merdeka betul, tidak hanya dibibir saja. Lihat di sana ada gedung bertingkat. Ah, nanti kalian akan tahu, bagaimana rasanya merdeka. (Pause) Kenapa? O, ini? Jangan takut, mereka juga manusia seperti kalian. Ayo, pengawal mendekatlah, kenalkan mereka.

(M-16 DAN AK-47 menjulurkan tangan, tetapi mereka tetap diam, tidak mengerti maksudnya). Balaslah salamnya. Begini (Mengangkat tangan masing-masing, kemudian saling bersalaman). Ini namanaya M-16 dan yang satunya namanya AK-4 Mereka berdua bertugas sebagai pengawal dan juga penjaga keamana. (Pause) Apa kalian sakit to, kok diam saja?

KOOR
Apa??

TUAN JABAT
Apa? Jadi kalaian…?

KOOR
Apa….?

TUAN JABAT
Oh, Tuhan. Pasti ada yang tidak beres ini. No….berbahaya ini. Jangan kawatir. Pengawal! Lakukan sesuatu!

KOOR PENGAWAL
Siap, melaksanakan tugas!!(Bersama-sama mengokang senjata)

TUAN JABAT
Stop! Stop! Jangan terlalu reaktif to. Ini belum tingkat yang membahayakan. Maksudku bawalah mereka, dan karantina dulu. Jangan boleh menemui orang lain dulu. Mereka masih telanjang. Belum mengerti apa-apa.

KOOR PENGAWAL
Siap melaksanakan perintah! (Menggiring ketiga manusia baru)(Meraka bersama-sama menolak ajakan pegawal)

PEKERTI
Apa? (Tidak mau dibawa pergi)

TUAN JABAT
Tidak, apa-apa. Jangan takut. Kalaian hanya akan dibawa ketempat yang lebih aman. Ayo, pengawal bawa mereka!

TANPA MEMBANTAH SEKATAPUN, MEREKA MENURUT DIGIRING PENGAWAL. OUT STAGE. MUSIK TERDENGAR LIRIH, MENGGIRINGI LAGU KEBISUAN. BLACK OUT


BABAK 2

LAGU KEBISUAN
Aku dilahirkan di padang sunyi.
Ilalang-ilalang menari-nari bercumbu dengan bulan.
Burung-burung meniup seruling, mendayu, seperti angin.
Tubuhku berlumur lumpur sawah.
Hidupku seperti pagi diirama desir air ngarai dan lembah-lembah.
Inilah nyanyiaku.
Simponinya teruntai oleh tetes keringatku.
Ibu…oh, ibu ku. Tanah dan air ku.

STAGE LENGGANG. BLACK OUT. TIRAI PUTIH TURUN, LIGHTING MENGARAH PADA SUDUT PANGGUNG. TEPAT MENGENAI TEMPAT ARI-ARI DITANAM, TERDIRI KURUNGAN KECIL DAN LUMPU TEPLOK. DISANA SUDAH BERDIRI SEORANG PEREMPUAN SEDANG MENGGENDONG BONEKA BAYINYA. IA MENIMANG-NIMANGNYA. IRAMA MUSIK MENGGANTUNG SEDIH.

PARTIWI
Cepat besar ya, nak. Cepat bisa berlari dan bicara. Kamau harus kuat seperti Gatutkoca. Kamu harus perkasa seperti Bima. Dan kamu harus cerdik seperti Bathara Ksena. Siapa lagi Ibu yang diharapkan, kecuali kamu anak ibu satu-satunya. Cepat besar ya, nak. Biar cepat bisa menggarp sawah dan mencarikan rumput sapi-sapi kita. Siapa lagi, ayahmu setiap hari bekerja sendirian. Kau harus cepat besar. Nanti Ibu sekolahkan sampai sarjana, biar tidak dibodohi orang lain. Cepat besar nak, jaman sudah maju. kita sudah merdeka. Dimana-mana orang bekerja, membangun negeri ini. Cepat besar nak, tanah kita menanti uluranmu. (Menimang-nimang lagi).

NENEK (Dari dalam, bersama Kakek membawa buku besar)
Partiwi..Partiwi..Partiwi, di mana kau, Nak. Oh, Partiwi sudahlah. Tak baik begitu. Masukalah, tak baik dilihat orang lain. Lihatlah mereka seakan mengejek kita. Tak apalah. Tetapi kau jangan menyesali nasibmu seperti itu. Pada suatu saat nanti alam pasti , merubah nasib kita. Percayalah, ia mempunyai kekuatan yang maha dasyat. Kamu jangan menyesal. Kalau sekarang kita hanya bisa melahirkan bayi saja, dan tak bisa membesarkan, terimalah itu sebagai takdir.

PARTIWI.
Tetapi takdir tidak harus seperti ini…

NENEK.
Kenapa kamu menyesali takdir?

PARTIWI.
Sawah kita luas. Tanah kita subur, akankah digarap oleh generasi yang menyesal. Setiap hari minta ditimang-timang, minta dinana bobokan, minta disuapin, minta dimandikan. Kapan ia lekas dewasa?

NENEK.
Anakku, alam tak akan membiarkan dirinya terlunta-lunta. Pada suatu saat mereka berbicara, dan yakinlah ia akan berbicara lebih keras. Alam mengerti akan dirinya. Nenek sudah sering diombang-ambingkanya. Nenek dan Kakek adalah prasasti alam yang sewaktu-waktu membelamu. Janganlah kelewat menyesal.

PARTIWI (Menimang-nimang lagi)
Cepat besar, Nak. Cepatlah kau bisa berlari. Jaman seperti roket.

NENEK dan KAKEK (Geleng-geleng kepala, sambil membuka-buka buku besaar)

KAKEK.
Kau harus kembali buku besarmu ini, Partiwi.

PARTIWI.
Kau harus mencoba kembali buku besarmu ini, Partiwi

PARTIWI
Aku sudah berulang kali membaca, tetapi selalu gagal.

KAKEK
Tidak, kau tidak gagal. Kau harus ulangi sekali lagi! Kau tidak boleh menyerah.

PARTIWI.
Cepat besar, Nak. Lihatlah matahari sudah tinggi. Jangan tidur dipangkuan ibumu. Kini saatnya kau bangkit, mengakat cangkul dan sabit. Jangan sampai tanah ini direbut orang lain. Kau harus menjaganya. Cepatlah besar, nak. Jangan membisu saja. Dengarkan Ibumu….ya…

NENEK
Partiwi, air matamu menetes?

KAKEK
Kita belum pernah lihatnya sesedih ini.

NENEK.
Jangan menangis Partiwi, malu dilihat tetangga.

KAKEK
Kita ini keluarga besar. Kau harus bisa menghadapi kesedihan ini. Kemarin-kemarin, kau tidak menangis. Bahkan begitu tabah. Lihatlaha catatan buku harian ini (Membuka buku besar) Tak ada kata tangis disni. Ayo, Partiwi kita harus mengadapi semua ini.

PARTIWI
Apakah Kakek dan Nenek lupa, bahwa kemarin memang tidak ada yang harus ditangisi?

KAKEK
Saya tahu.

NENEK
Saya pun juga tahu

PARTIWI.
Buku besar kita ini tidak pernah mengisi kata hatiku. Dulu aku tidak menangis kerena, yang tertanam dalam perutku adaalah bunga-bunga yang wangi. Disana akau dibuatkan taman begitupun aku. Tetapi sayang….(Pause)

KOOR
Tetapi sayang?

PARTIWI (Menangis, sesenggukan)

KAKEK
Lho….menangis lagi.

NANEK
Tetapi apa, Partiwi?

PARTIWI
Itulah yang tidak pernah kita cacat. Kita sudah terlalu dininabobokan oleh taman dan kebun kita. Tetapi kita tak pernah tahu, selama ini perutku telah dibuangi sampah dan bangkai-bangkai tak berguna!

TERDENGAR SUARA BEL BERDENTANG-DENTANG

KAKEK
Kelihatan ada yang datang? (Menghapiri pintu besar out stage)

NENEK
Lembaran baru kita akan tulis, Partiwi!

PARTIWI
Sudah beribu kali kita menulisnya.

Kakek masuk bersama tuasn jabat. AK-47, M-16, Partiwi, panrimo dan panurut

KAKEK
Mari, silahkan masuk Tuan….

TUAN JABAT
Kami menghadap Juru Catat.

KAKEK
Denagn senang hati. Kabar apa kiranya yang dibawa, kok kelihatan gembira sekali.

TUAN JABAT
Begitulah kiranya. Hari ini kita harus bergembira, menyambut kehadiran generasi baru, hasil produksi dalam negeri. Wah, hasil yang menggaumkan. 60% kandungan lokal selibihnya rekayasa belaka. Oh, maaf bila tampaknya begitu mendadak. Biasa era Teknologi. Kita hasur segera mengejar itu.

KAKEK
Tuan Jabat, to the point, saja

TUAN JABAT
O…o…o., baik. Tepatnya, meraka adalah generasi baru yang telah kita ciptakan untuk memimpin generasi ini. Dalam buku besarmu, bahwa era baru kita untuk ingat menjadi negara yang disegani. Catat itu! Oya..mari. Lihatlah mereka! (Kakek membatu) Canggih dan bermutu. Ini bukan lagi kerajinan tangan atau dari bim sala bim. Tetapi benar-benar dari kemajuan ilmu pengetahuan kita yang berkembang pesat. Apa kalian tidak bangga.
Catatlah! Biar suatu saat nanti, kita bisa membukanya bersama-sama. Lho, lho… Partiwi kok diam saja toh. Jangan mbesengut begitu. Mbok ya ikut bergembira. Ini hari gembira, tidak sewot begitu! Negara-negara besar saja belum tentu bisa berbuat begini. Ini harus kita sambut dengan lapang dada. Siapa lagi kalau bukan mereka yang membaangun negeri besar ini kalau bukan generasi baru. Bukan begitu, Partiwi?!

KAKEK.
Tuan….kiranya, Partiwi masih belum berkenan.

TUAN JABAT
Ah…mokal, impossible. Kemarin-kemarin ia bergembira. Ah, sudahlah. O…ya, mereka adalah Panurut, Panrimo, Pakerti. Sangat sederhana sekali. Partiwi, aku berbuat ini demi kepentingan kita bersama. Kita harus menyiapkan generasi yang canggih. Dan itulah mereka. Partiwi, tersenyumlah. Aku ingin melihat kau bahagia.

PARTIWI
Tuan Jabat, indah sekalui kelihatannya. Seandainya ini bukan mimpi, aku tidak akan bersedih.

TUAN JABAT
Oh…mimpi ?

PARTIWI
Tuan Jabat, mimpi yang kemarin hanya menjadi sampah dalam perutku. Tidakkah kau mengerti itu. Dan mimpi itu dalam buku besar hanya menjadi lembaran hitam. Lihatlah janin yang terkapar ini , beribu-ribu bahkan berjuta-juta kau terlantarkan. Tidak lihatkah engkau. Buanglah mimpi besarmu itu Tuan Jabat !

TUAN JABAT
No… impossible. Juru Catat ! Adakah itu tertera dalam buku besarmu.

KAKEK (Membuka Buku Besar , Mencari-Cari Kemudian Menggelengkan Kepala)

TUAN JABAT
Nah.. You now ? Mana mungkin ini mimpi ?

PARTIWI
Tuan Jabat! Anda boleh tidak percaya. Silahkan, itu hak Tuan. Catat itu Kek. Saya, Partiwi akan undur dari mimpi ini. Saya sudah tak sanggup lagi. Selamat tinggal.

PARTIWI OUT STAGE. MUSIK MELANTUN LIRIH. TUAN JABAT DAN KETIGA GENERASINYA BERGEMING. KAKEK DAN NENEK TIDAK BERKATA-KATA. LIGHTING TEMARAM BIRU.

KAKEK
Saya tak pernah melihat Partiwi semurka ini. Pertanda Tuan Jabat. Ini pertanda. Tuan Jabat harus menahan diri.

NENEK
Partiwi sudah terlalu lelah. Tuan Jabat harus paham itu. Sudah terlalu banyakn yang dikorbankan. Tuan Jabat harus paham. Dalam buku besar ini , kami sudah terlalu sering membuat catatan kesedihan dan kami tidak bisa menutup-nutupi.

TUAN JABAT
Sudalah. Jangan meracu begitu Juru Catat. Aku bosan dengan petuah-petuah. Sekarang aku butuh persetujuanmu, bukan petuahmu ! (Duduk di kursi goyang)

KAKEK
Kami hanya bisa mencatat Tuan. Itulah tugas kami. Kalau Tuan ingin membuat dan melahirkan generasi baru lagi, itu hak Tuan. Silahkan. Kami nanti yang mencatatnya. Biarlah Partiwi, nanti kami yang membujuk. Bukankah Partiwi selalu menurut jika Tuan memaksa. Kalau semua ini Tuan anggap baik dan benar.

PARTIWI ON STAGE DENGAN MEMBAWA SEKERANJANG BAYI. IA MENEBARKAN (MENANAM BAYI-BAYI ITU) KE TANAH DENGAN PENUH TAKJIM.

KAKEK
Sebagai pemimpin tidak boleh ragu-ragu. Dalam kondisi perang komando harus tegas. Tuan Jabat adalah orang nomor satu disini, sebagai pusat komando. Mengapa harus berunding segala. Toh segala sesuatu demi kepentingan Tuan. Beribu bahkan berjuta manusia disekitar Tuan yang telah Tuan buat sebagai budak-budak tuan, yang sekarang sudah afkiran, tidak ada salahnya tuan mencoba semua itu.
Tuan harus berani. Nantri kami yang mencatat. Partiwi akan mengerti. Ketika waktu bergerak maka pikiran manusia akan melesat menyusulnya.

NENEK
Tetapi sasmita Partiwi tidak setuju itu harus Tuan Jabat perhatikan. Itu berarti Partiwi tahu waktu. Paham akan siklus alam. Mungkin Partiwi hanya hanya ingin proses semacam ini mbok yao dibatasi. Perut Partiwi mengembung hanya oleh bangkai sia-sia. Sepanjang hari ia hanya menimang-nimang kekalahannya. Manusia memang serakah , terkadang singapun dibuat malu olehnya.
Tetapi Tuan Jabat, Semuanya berpulang kepada Tuan. Mungkin, sasmita Partiwi itu hanya sebagai ujian saja. Seperti biasanya. Silahkan Tuan. Kami hanya bisa mencatat.

KOOR (Kakek Dan Nenek)
Silahkan Tuan, kami hanya bisa mencatat.

BERULANG-ULANG SAMPAI SUARA MENGHILANG. PARTIWI TERUS MENARI. TUBUH BAYI BERSERAKAN KESELURUH RUANG. TIRAI-TIRAI TURUN, SEPERTI PILAR-PILAR GEDUNG BESAR.
SUASANA HENING. HANYA TERDENGAR DENGKUR TUAN JABAT YANG TAMPAK LELAH DAN RENTA. TIBA-TIBA DENTANG JAM BERBUNYI, ENTAH BERAPA KALI. TUAN JABAT TERPERANJAT, SEPERTI BANGUN DARI TIDUR.

TUAN JABAT
Pakerti, Panurut, Panrimo….!!!

M-16 DAN AK-47
Siap melaksanakan tugas ! (KOOR)

TUAN JABAT
Lo, kemana Pakerti, Panurut, dan Panrimo ?

M-16
Siap ! Tidak tahu yang Tuan maksud.

AK-47
Siap ! Idem. Tuan !

TUAN JABAT
Idem, idem. Idem bagaimana to kamu itu. Tiga manusia yang kamu kawal tadi lo. Pakerti, Panurut dan Panrimo ?

KOOR
Siap, tidak tau Tuan !

TUAN JABAT
Goblok jadi mereka kamu biarkan liar begitu. Saya kan sudah bilang jaga mereka semua. Mereka harus terus diawasi. Kalau tidak…Wah pengawal goblok. Bisanya hanya tunggu perintah. Apakah kamu tidak bisa berpikir. Kamu ini manusia. Bukan kerbau cunguk, kalau tidak dikeluh tidak bergerak. Mau jadi apa kalian. Perang itu pakai otak bukan otot saja. Pengawal goblok. Kemana mereka ! ?

RIBAWAN (Dari Luar) Hallooo. Eny body home ? Oh, Selamat apa saja Tuan Jabat. Kiranya Tuan Jabat sudah bangun . Kebetulan sekali. Berhari-hari saya menunggu tuan bangun tidur. Kata Tuan Pakarwan, Tuan tidak boleh diganggu. Wah, begitu sibuknya pejabat, sampai tidurnya berhari-hari.

TUAN JABAT
Bicaralah yang lebih sopan. Katakan apa perlunya?.

RIBAWAN
Okey. Tanggal pelunasan hutang-hutang sudah waktunya Tuan Jabat.

TUAN JABAT
Tagihan? Aku belum dapat hasilnya, dari kerjamu itu.

RIBAWAN
Tapi ini sudah jatuh tempo, Tuan.

TUAN JABAT
Diroll over dulu saja.

RIBAWAN
Enak saja. Dulu kan Tuan sendiri yang maksa-maksa. Saya kan juga hasil pinjaman. Ini juga sudah jatuh tempo. Enak saja kalau ngomong. Memangnya duit, Emakmu.

TUAN JABAT
Kamu jangan ngomong begitu. Saya belum punya uang. Kalau memang butuh sekarang, ambilah barang-barangku.

RIBAWAN
Saya butuh uang kontan, Tuan!

RIBAWAN MENCENGKERAM LEHER TUAN JABAT KEMUDIAN MELEMPAKAN KE KURSI GOYANG. TUAN JABAT MARAH BESAR. DENGAN BAHASA ISYARAT IA MENGOMANDO M-16 DAN AK-4 MEREKA MENGOKANG SENJATA DAN MENGARAHKAN KE RIBAWAN


TUAN JABAT
Kalau yang kamu maksud uang aku tidak punya. Tetapi kematian yang aku punya. Tunggulah di neraka, nanti aku lunasi.

MEMBERI ISYARAT TEMBAKAN. SUARA TEMBAKAN BERUNTUH MERUBUHKAN TUBUH RIBAWAN. MUSIK BERDERAP-DERAP. SUARA GENDERING, TEROMPET, DAN TERIAKAN ORANG-ORANG MEMBAHANA.PAKARWAN MASUK DENGAN TERGOPOH-GOPOH.


PAKARWAN
Gawat tuan! Gawat! Pengendali pusat telah dikuasai massa. Mereka mengobrak-abrik sistem pengendali. Mereka begitu buas. Kami Kualahan. Mereka seperti banteng ketaton sistem pengendali sudah tidak berfungsi lagi. Gawat tuan!.

TUAN JABAT (Melirik dua pengawal)
Selesaikan dengan caramu sendiri. Laksanakan !

KOOR
Siap melaksanakan tugas ! (Out Stage).

PERANG BESAR TERJADI. ORANG-ORANG MENGAMUK, MEMBAKAR, MEMBUNUH, MENJARAH APA SAJA. TAK ADA YANG BISA MENCEGAH. SUARA RENTETAN TEMBAKAN TERDENGAR DIMANA-MANA. SATU PERSATU ORANG-ORANG YANG BERINGAS BERJATUHAN. SEPI!

M-16 dan AK-47 (On stage)
Siap. Tugas tugas telah dilaksanakan1

TUAN JABAT
Good! Sekarang, kau harus bekerja keras lagi Pakarwan. Jangan mengecewakan aku. Buatkan yang lebih canggih. Aku ingin yang lebih Panurut, yang lebih Panrimo, juga yang lebih Pakerti. Kita harus mempersiapkan yang lebih matang. Kau harus mengerti Pakarwan dan Pengawal, hanya engkau yang aku percaya. Maka laksanakan tugas ini sebaik-baiknya. Kamu mengerti Pakarwan ?

PAKARWAN
Berpuluh-puluh tahun yang lalu kita bersepakat, berjalan bersama-sama demi masa depan kita bersama. Tetapi jalan kita selalu berseberangan. Saya telah merasa mengkhianati kesepakatan itu.Orde-orde yang kita bangun selalu kandas di tengah jalan. Berpuluh-puluh tahun yang lalu, kita bersepakat. Tetapi sekarang, tidak!?

TUAN JABAT
Artinya, kau menolak? (Pause) Okey. Kalau itu pilihanmu, silahkan!

PAKARWAN
Saya sudah terlalu tua untuk berpikir.

TUAN JABAT
Tugas pemikir adalah berpikir. Bukan begitu, Pakarwan ?

PAKARWAN
Benar. Tetapi saya ingin memikirkan kehidupan saya.

TUAN JABAT
Lho, Selama ini kamu berpikir untuk siapa ?

PAKARWAN
Saya telah mencurahkan tenaga dan pikiran saya untuk semua yang ada di sini.

TUAN JABAT
Jangan mbulet, Pakarwan.

PAKARWAN
Ya, saya ingin istirahat

TUAN JABAT
Jelasnya kamu sudah tidak mau lagi bekerja sama dengan aku. Okey, kalau itu maumu. Silahkan tuan Pakarwan yang aku hormati. Aku mengucapkan terimakasih atas jasa-jasamu selama ini. Maafkan jika aku banyak kesalahan. Sekali lagi aku ucapkan terimakasih, semoga kau bisa menikmati hari tuamu. Selamat tinggal, sampai bertemu.

PAKARWAN OUT STAGE. TUAN JABAT MEMBERI ISYARAT KEPADA DUA PENGAWAL. DUA PENGAWAL MEMBUNTUT PAKARWAN. TUAN JABAT MENYEKA PELUHNYA DAN MENYALAKAN ROKOKNYA. TIBA-TIBA TERDENGAR SUARA TEMBAKAN.

KOOR
Siap. Tugas telah dilaksanakan ! (Out stage)

TUAN JABAT
Habis sudah. Aku harus memulainya dari nol lagi. Kalau hadirin sekalian ingin mendaftar jadi karyawan saya silahkan tulis lamaran. Alamatnya, terserah anda alamatkan kemana saja. Kemanapun ingin mengabdi kepada tanah airnya. Rela berkorban untuk tanah airnya.

Aku butuh orang-orang yang bener-bener ingin mengabdi kepada tanah airnya.Rela berkorban untuk tanah airnya. Aku butuh orang-orang, bukan para pengkhianat. Silahkan kalau ada hadirin yang berminat, tulislah lamaran. Daripada Ijazah sarjana tuan-tuan tidak berguna dan habis dimakan ngengat.

Ini kesempatan emas. Ada yang ingin yang melamar. Anda mungkin (Menunjuk salah seorang penonton) O, Tidak. Hanya lulusan SD katanya. Ya sana pergi jadi buruh-buruh, di negeri orang. Tetapi ingat, kirimlah uang keluargamu yang di sini, jangan mayat.
Oh tuan yang dipojok sana mungkin. Lulusan apa? Sarjana pendidikan. Well, Anda bisa mengajar? Tidak! Terus bagaimana dengan ijazah Anda ? Digadaikan !? Masya’Allah.
Ayo-ayo siapa yang ingin melamar pekerjaan menjadi pegawaiku. Lowongan! Lowongan!. Lowongan! Lowongan! Lowongan! Lowongan! Tidak berijazah tidak apa-apa. Lowongan! Lowongan! Siapa mau lowongan. Lowongan, lowongan!. (Seperti bernyanyi) Lowongan tuan lowongan. Aku butuh orang bukan pengkhianat. Lowongan. Anda mungkin (Kepada penonton. Tak ada jawaban. Out stage)

STAGE REMANG-REMANG. PARTIWI MEMUNGUTI BONEKA-BONEKA PLASTIK DAN MEMASUKANNYA KE DALAM KERANJANG. KAKEK DAN NENEK TERSEOK-SEOK MEMBAWA BUKU BESAR. KEMUDIAN IA MEMBUKA LEMBARAN BUKU BESAR ITU DAN MENULIS SESUATU. KAKEK MENULIS DENGAN PENUH PERASAAN.

KAKEK
Kesaksian: Hari ini, hari yang ke 10590, kami menulis kesaksian di atas lembar hidup dengan tinta kejujuran. Bumi dan langit adalah saksinya. Waktu adalah hakimnya. Halaman tiga puluh lembar terakhir dari kehidupan Tuan Jabat: Tercatat, mimpi-mimpinya telah berakhir, tetapi kerakusan masih mengejarnya. Dihari terakhirnya ia lari dari kursi goyangnya, yang selama ini untuk memuja mimipi-mimpinya. Ia lari meninggalkan kekalahan yang menyedihkan. Ia terus berlari mengejar mimpinya.
Bila hadirin sekalian bertemu, terimalah dengan wajar. Jangan lupa sedikit menyanjungnya, maka ia akan bergembira seperti anak kecil. Hari ini Tuan Jabat telah mencari dirinya yang dulu, hilang entah kemana. Dan hari ini kerajaan mimpinya, hanya tinggal lembaran hitam, yang perlu Anda ketahui. Di sana tercatat prasasti besar : Kekuasaan Bukan Dunia Imajinasi dan Bukan Dunia Rekayasa. Sekian.

PARTIWI MENYANYI LAGU BUAIAN. LIGHTING PERLAHAN MEREDUP. SUARA LONCENG, ENTAH BERAPA KALI. LIHTING BLACK OUT. PENONTON TEPUK TANGAN

Surabaya, 1994
R Giryadi
(Sutradara teater)

NB :
Naskah ini, kali pertama ditulis tahun 1994 dan dikembangkan terus sampai tahun 199 Diketik ulang dengan sedikit perubahan tahun 200 Sampai sekarang naskah ini belum pernah dipentaskan.
Jika ada yang berminat mementaskan, silahkan mementaskan tanpa dipungut royalty (Asal untuk kepentingan teater, bukan komersial).
3. Naskah ini bisa dikembangan dengan berbagai pendekatan.
Bahkan naskah ini memungkinkan dikembangkan dialog-dialognya.
bagi kelompok yang mementaskan hanya diwajibkan memberitahukan hasilnya dengan mengirimkan, data apapun (catalog, berita, resume, foto) kepada penulis.


Read more »»