Daftar Isi

Minggu, 13 Oktober 2013

ANALISA TINDAK TUTUR DALAM NOVEL 'AYAT-AYAT CINTA'


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia dalam kehidupannya sebagai makhluk sosial selalu berhubungan dengan orang lain. Mereka saling berinteraksi dengan orang disekitarnya maupun dengan orang lain yang jauh sekalipun. Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan kita. Setiap bahasa digunakan sebagai alat komunikasi. Sebagai alat komunikasi bahasa digunakan sebagai alat penyampaian pesan dari diri seseorang kepada orang lain, atau dari pembaca kepada pendengar, dan dari penulis ke pembaca, manusia berinteraksi menyampaikan informasi kepada sesamanya. Selain itu, orang dapat mengemukakan ide-idenya, baik secara lisan maupun secara tulis/gambar.
Dilihat dari sudut penutur, maka bahasa itu berfungsi personal atau pribadi (menyebutnya fungsi emotif). Maksudnya, sipenutur menyatakan sikap terhadap apa yang dituturkannya. Si penutur bukan hanya mengungkapkan emosi lewat bahasa, tetapi juga memperlihatkan emosi itu sewaktu menyampaikan tuturannya. Dalam hal ini pihak si pendengar juga dapat menduga apakah si penutur sedih, marah atau gembira (http:// www.linguisticjawa.org/)
Dilihat dari segi pendengar atau lawan bicara, maka bahasa itu berfungsi direktif, yaitu mengatur tingkah laku pendengar. Di sini bahasa itu tidak hanya membuat pendengar melakukan sesuatu, tetapi melakukan kegiatan sesuai dengan yang dimaui si pembicara. Hal ini dapat dilakukan si penutur denan menggunakan kalimat-kalimat yang menyatakan perintah, himbauan, permintaan, maupun rayuan (http:// www.linguisticjawa.org/).

Jika dikaitkan antara penutur dan lawan bicara akan terbentuk suatu tindak tutur dan peristiwa tutur. Peristiwa tutur ini pada dasarnya merupakan rangkaian dari sejumlah tindak tutur yang terorganisasikan untuk mencapai suatu tujuan. Tujuan tersebut merupakan isi pembicaraan.
Berkaitan dengan penjelasan di atas, maka penulis akan mencoba mengkaji  “analisa tindak tutur (speech act) dalam novel ayat-ayat cinta”

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan permasalahan penelitian ini adalah untuk mengetahui ;
1.              Bagaimanakah tindak tutur lokusi dalam novel ayat-ayat cinta?
2.              Bagaimanakah tindak tutur ilokusi dalam novel ayat – ayat cinta?
3.              Bagaimanakah tindak tutur perlokusi dalam novel ayat – ayt cinta?

BAB II
KAJIAN TEORI DAN PEMBAHASAN

A. Tindak Tutur/Speech Act
1.      Pengertian Tindak Tutur
Tindak tutur (speech act) merupakan unsur pragmatic yang melibatkan pembicara, pendengar atau penulis pembaca serta yang dibicarakan. Dalam penerapannya tindak tutur digunakan oleh beberapa disiplin ilmu. Seorang kritikus sastra mempertimbangkan teori tindak tutur untuk menjelaskan teks yang halus (sulit) atau untuk memahami alam genre (jenis) sastra, para antropolog akan berkepentingan dengan teori tindak tutur ini dapat mempertimbangkan mantra magis dan ritual, para filosof melihat juga adanya aplikasi potensial diantara berbagai hal, status pernyataan etis, sedangkan linguis (ahli bahasa) melihat gagasan teori tindak tutur sebagai teori yang dapat diterapkan pada berbagai masalah di dalam kalimat (sintaksis), semantic, pemelajar bahasa kedua, dan yang lainnya. Di dalam linguistic pragmatic tindak tutur tetap merupakan praduga dengan implikatur khusus. (Setiawan, 2005 : 16)
Menurut Chaer (2004 : 16) tindak tutur merupakan gejala individual, bersifat psikologis dan keberlangsugannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Dalam tindak tutur lebih dilihat pada makna atau arti tindakan dalam tuturannya.
2.      Konsep-konsep tindak tutur.
Konsep adalah penyebaran teori. Teori tindak tutur lebih dijabarkan oleh para lingusitik diantaranya Searle (Dalam Wijana, 1996 : 17) menyatakan bahwa secara pragmatis, setidak-tidaknya ada tiga jenis tindakan yang dapat diwujudkan oleh seorang penutur dalam melakukan tindak tutur yakni tindak tutur lokusi, tindak tutur ilokusi, dan tindak tutur perlokusi.(Setiawan, 2005 : 17)
J.L Austin (Dalam Tarigan, 1994 : 109) dalam bukunya yang berjudul “How to do things with words” telah membedakan tiga jenis tindak tutur, yaitu : (1) tindak lokusi (melakukan tindakan untuk menyatakan sesuatu), (2) tindak ilokusi (melakukan suatu tindakan dalam menyatakan sesuatu), (3) tindak perlokusi (melakukan sesuatu tindakan dengan mengatakan sesuatu).
Untuk lebih jelasnya tentang ketiga teori tindak tutur tersebut akan dijelaskan sebagai berikut :
a.         Tindak Lokusi
Wijana (Dalam Setiawan, 2005 : 18-19) menyatakan bahwa tindak lokusi adalah tindak tutur untuk meyatakan sesuatu. Tindak tutur ini disebut The Act of Saying Something. Konsep lokusi adalah konsep yang berkaitan dengan proposisi kalimat. Kalimat atau tuturan dalam hal ini dipandang sebagai suatu satuan yang terdiri atas dua unsur, yakni subjek atau topik dan predikat atau comment yang relative paling mudah untuk diidentfikasikan karena pengidentifikasiannya cenderung dapat dilakukan tanpa menyertakan konteks tertuturnya tercakup dalam situasi tutur.
Sehubungan dengan tindak lokusi, Leech (dalam Setiawan, 2005 : 19) memberikan rumus tindak lokusi. Bahwa tindak tutur lokusi berarti penutur menuturkan kepada mitra tutur bahwa kata-kata yang diucapkan dengan suatu makna dan acuan tertentu.
Dari batasan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa tindak lokusi hanya berupa tindakan menyatakan sesuatu dalam arti yang sebenarnya tanpa disertai unsur nilai dan efek terhadap mitra tuturnya.:
b.         Tindak Ilokusi
Lubis (dalam Setiawan, 2005 : 22) memberikan definisi lebih rinci dengan beberapa batasan mengenai tindak ilokusi yaitu pengucapan suatu pernyataan, tawaran, janji, pertanyaan, permintaan maaf dan sebagainya. Ini erat hubungannya dengan bentuk-bentuk kalimat yang mewujudkan suatu ungkapan.
Subyakto-Nababan (Dalam Setiawan, 2005 : 22) menambahkan bahwa tindak ilokusi adalah tindak bahasa yang diidentifikasikan dengan kalimat pelaku yang eksplisif. Tindak ilokusi merupakan tekanan atau kekuatan kehendak orang lain yang terungkap dengan kata-kata kerja : menyuruh, memaksa, mendikte kepada dan sebaginya.
c.         Tindak Perlokusi
Menurut Wijana (dalam Setiawan, 2005 : 25) tindak perlokusi adalah tindak tutur yang pengaturannya dimaksud untuk mempengaruhi lawan tutur.
Subyakto-Nababan (dalam Setiawan, 2005 : 25) memberian definisi mengenai tindak perlokusi, yaitu tindak bahasa yang dilkakukan sebagai akibat atau efek dari suatu ucapan orang lain.
Tindak lokusi dan ilokusi juga dapat masuk dalam kategori tindak perlokusi bila memiliki daya ilokusi yang kuat yaitu mampu menimbulkan efek tertentu bagi mitra tutur.
Verba tindak ujar yang membentuk tindak perlokusi, diantaranya dapat dipisahkan dalam tiga bagian besar, yakni :
1)      Mendorong mitra tutur mempelajari bahwa : meyakinkan, menipu, memperdayakan, membohongi, menganjurkan, membesarkan hati, menjengkelkan, mengganggu, mendongkolkan, menakuti, memikat, menawan, menggelikan hati.
2)      membuat mitra tutur melakukan, mengilhami, mempengaruhi, mencamkan, mengalihkan, mengganggu, membingungkan.
3)      membuat mitra tutur memikirkan tentang : mengurangi ketegangan, memalukan, mempersukar, menarik, perhatian, menjemukan, membosankan. (dalam Setiawan, 2005 : 25-26)
(http//www.pragmatic.org/com)

B. Novel Ayat-Ayat Cinta
Novel adalah sebuah karya fiksi prosa yang tertulis dan naratif, biasanya dalam bentuk cerita. Penulis novel disebut novelis. Kata novel berasal dari Italia novella yang berarti “sebuah kisah, sepotong berita”. (http//www.id.wikipedia.org/ww/novel)
Novel ayat-ayat cinta adalah novel islami yang ditulis oleh Habiburahman El-Shirazy. Pengarang muda yang akrab dipanggil Kang Abik ini adalah Sarjana Al-Azhar University Cairo. Novel Ayat-ayat cinta diterbitkan oleh Republika Jakarta bekerjasama dengan Pesantren Basmala Indonesia, dan telah mengalami 22x cetakan dari tahun 2004 s/d tahun 2007. Novel ini berisi 403 halaman dengan 33 bab.
Novel ini juga disebut novel Pembangun Jiwa karena isinya yang sangat menggugah jiwa dan mengandung nilai-nilai agama yang dikemas dengan bahasa yang indah dan tidak menggurui. Hal ini dapat dilihat dari salah satu komentar pembaca :
“Bagus…! Sebuah novel tentang seorang sntri salaf metropolis dan musafir yang haus ilmu. Keindahan cinta dibangun dibawah terang cahaya petunjuk. Tak berlebih bil disebut sebagai Novel Pembangun Jiwa. “ (Ahmad Tohari, Sastrawan, Pengarang Fenomenal Trilogy ”Ronggeng Dukuh Paruk”)
Menggunakan bahasa yang indah dan natural, novel ini memadukan dakwah, tema cinta, dan latar belakang budaya suatu bangsa. Menceritakan seorang mahasiawa al-azhar yang berasal dari Indonesia bernama fhri. Fahri pribadi yang kuat, teguh dan taat menjalankan syari’at agama. Kemudian di menikah dengan gadis kaya  keturunan jerman bernama aisha.  Masalah muncul ketika fahri difitnah telah memperkos Noura, gadis Mesir yang pernah ditolongnya. Kemudian berkat kesaksian Maria, gadis Mesir Koptik yang kemudian menjadi istri keduanya, Fahri dibebaskan. Cerita ini ditutup dengan menjelang detik-detik kematian Maria yang masuk islam.

C. Anlisa Tindak Tutur Dalam Novel Ayat-Ayat Cinta
Dalam novel ayat-ayat cinta karya Habiburrahman El-Shirzy ini diperoleh beberapa dialog yang menunjukkan adanya peristiwa tindak tutur yang beberapa diantaranya diuraikan sebagi berikut :
1. Lokusi
Ø  data 1
“ anakku, kau sudah seht betul ?” tanya syaikh usman
“alhamdulillah, syaikh,” jawab fahri
(hal 200)

Dalam dilog ini, fahri tidak perlu mengutarkan keadaannya secara detail, karena dengan jawabn alhamdulillah tsb sudah menunjukkan bhwa keadaan fahri sehat.

Ø  Data 2
“mas fahri, udaranya terllu panas. Cuacanya buruk. Apa tidak sebaiknya istirahatdi rumah?”
(Sran syaiful ktika melihat fahri yang akan bersiap pergi) (hal 18)

Dalam dialog ini syaiful menyarankan fahri untuk tidak jadi pergi walaupun syaiful tahu hal ini tidak mungkin dilakukan fahri karena  fahri sudah siap akan berangkat.
2. Ilokusi
Ø  data
“ belikan disken. Dua. Aku mls keluar.”
(pinta maria ketika fahri mau keluar). (hal 22)

dialog ini termasuk tindakan ilokusi karena maria meminta fahri membelikan kaset, yang belum tentu kasetnya didapat atau tidak

Ø  data 2
“jika istrimu nanti mau diajak hidup di Indonesia, tidak terlalu jauh dri ibu, maka maka menikahlah dan ibu merestui,………”
(ketika fahri meminta izin ibunya untuk menikah). (hal 204)

Data di atas termasuk jenis tindak tutur ilokusi karena si penutur berusaha untuk mengarahkan pendengar untuk melakuakn seperti apa yang didinginkannya sekalipun sifatnya hanya tawaran yang masih ragu dilkukan apa tidk.

3. Perlokusi

Ø  data 1
“ ya kapten, wahid shubra! (kapten, shubra satu!)
(Sang penjaga loket langsung mengambilkan 1 karcis ke shubra) (hal 32)

Ketika penutur mengucapkan kata tersebut, si pendengar langsung mengambulkan tiket. Hal ini karena apa yang disampaikan penutur mempengaruhi pendengar untuk melakukan perbuatan seperti apa yang di minta penutur.


Ø  Data 2
“hei orang Indonesia, kalau benar kau s.2. di al-azhar mana kartumu?”
(fahri langsung mengambil kartunya).(hal 46)

Ketika si penutur mengucapkan dialog tersebut, maka si pendengar langsung mengambil kartunya, hal ini karena apa yang disampaikan si penutur mampu mempengaruhi si pendengar untuk melakukan sesuatu, dan ini termasuk dalam konsep perlokusi.


Ø  Data 3
“bitte, schreiben sie ihren namen!” (“maaf, bias tuliskan nama anda!”).
(sebenarnya mereka sudah sling menyebutkan nama tapi aisha meminta fahri menulis namanya, dan fhri menulis nama dan alamat serta nomer telponnya).(hal 56)

Data diatas juga menunjukkan sebuah perlokusi dimana ketika si penutur mengucapkan dialog tersebut, maka si pendengar memahami makna tersirat yang ingin disampaikan yakni untuk menulis alamat dan nomor telfon, sehingga otomatis kalimat dari si penutur mempengaruhi si pendengar untuk melakukan sesuatu yakni menulis alamat dan nomer telponnya.



Sumber :
http://mihwanuddin.wordpress.com/2011/03/07/analisa-tindak-tutur-speech-act-dalam-novel-ayat-ayat-cinta/
Read more »»  

Analisis Pragmatik

Pragmatik

Analisis terhadap Dakwah Ustadz Jeffry Al Buchori Menggunakan Teori Tindak Perlokusi
Adytia Nugraha
0808270
Abstrak
Tindak tutur atau speech act  merupakan unsur pragmatic yang melibatkan penutur dan mitra tutur atau pun penulis dan pembaca. J.L Austin (Tarigan, 1994 : 109) dalam bukunya yang berjudul “How to do things with words” telah mengklasifikasikan tiga jenis tindak tutur, yaitu tindak lokusi (melakukan tindakan untuk menyatakan sesuatu), tindak ilokusi (melakukan suatu tindakan dalam menyatakan sesuatu), dan tindak perlokusi (melakukan sesuatu tindakan dengan mengatakan sesuatu). Berikut merupakan berbagai definisi mengenai teori tindak perlokusi. Tindak perlokusi yaitu hasil atau efek yang ditimbulkan oleh ungkapan itu pada pendengar sesuai dengan situasi dan kondisi pengucapan kalimat (Nababan dalam Lubis, 1999:9). Tuturan ini disebut sebagai The act of affecting someone. Sebuah tuturan yang diutarakan oleh seseorang seringkali mempunyai daya pengaruh (perlocutionary force) atau efek bagi yang mendengarnya. Efek atau daya pengaruh ini dapat secara sengaja atau tidak sengaja dikreasikan oleh penuturnya. Dalam makalah ini, tindak perlokusilah yang menjadi teori untuk menganalisis dakwah Ustadz Jeffry Al-Buchori.
Abstract
Speech act is a pragmatic element that involves speakers and partners or any speech writers and readers. J.L Austin (Tarigan, 1994: 109) in his book entitled "How to do Things with words" has classified three types of speech acts, namely acts lokusi (taking action to declare something), the follow ilokusi (doing an act in saying something), and follow-perlokusi (doing any act by saying something). Here are various definitions of the theory of action perlokusi. Follow perlokusi is the result or effect caused by the expression on the listener in accordance with the circumstances the sentence pronounced (Nababan dalam Lubis, 1999:9). This Utterance is referred to as The act of affecting someone. An utterance is expressed by a person often has power influence (perlocutionary force) or effect for those who hear it. Effect or power of this influence can be intentionally or unintentionally created by speakers. In this paper, the follow perlokusi who became the theory to analyze the propaganda of Ustad Jeffry Al-Buchori.
Kata Kunci: perlokusi, pragmatik, tindak tutur, dakwah, teori.
Pendahuluan
Manusia sebagai makhluk sosial telah dianugerahi bahasa oleh Sang Pencipta untuk berinteraksi dan bersosialisasi demi kelangsungan hidupnya. Bahasa memiliki peranan penting dalam proses sosialisasi yang berfungsi sebagai media komunikasi. Tujuan manusia berkomunikasi yakni untuk menyampaikan pesan satu sama lain melalui lisan maupun tulisan.
Alasan penulis meneliti teori perlokusi yang dikaitkan dengan dakwah Ustadz Jeffry Al-Buchori yakni, ingin mengetahui seberapa jauh pengaruh dakwah beliau terhadap khalayak yang menyimak maupun menyaksikan ceramahnya. Karena dalam setiap penampilan ceramahnya, Uje selalu mengajak dan memberikan pengaruh positif  kepada jemaahnya supaya menjalankan perintah Allah Swt dan menjauhi segala larangan-Nya. Oleh karena itu, hal persuasif serta efek tindak tutur inilah yang akan menjadi kajian penulis.
Selain untuk memenuhi tugas mata kuliah pragmatic, penulis juga bertujuan ingin memahami teori tindak perlokusi dengan implikasinya guna menambah ilmu dan wawasan kebahasaan.
Landasan Teori
Tindak tutur atau speech act  merupakan unsur pragmatic yang melibatkan penutur dan mitra tutur atau pun penulis dan pembaca. J.L Austin (Tarigan, 1994 : 109) dalam bukunya yang berjudul “How to do things with words” telah mengklasifikasikan tiga jenis tindak tutur, yaitu tindak lokusi (melakukan tindakan untuk menyatakan sesuatu), tindak ilokusi (melakukan suatu tindakan dalam menyatakan sesuatu), dan tindak perlokusi (melakukan sesuatu tindakan dengan mengatakan sesuatu). Pragmatik sebagai ilmu yang menelaah makna sebuah tindak tutur tentunya memiliki peranan penting dalam menganalisis dan memahami maksud serta tujuan penutur.
Dalam makalah ini, teori tindak perlokusilah yang akan menjadi subjek penelitian yang dikaitkan dengan dakwah Ustad Jeffry Al-Buchori sebagai objeknya. Karena perlokusi pada dasarnya merupakan bagian dari tindak tutur terutama secara lisan namun dapat pula dimaknai sebagai tindak tutur dalam tulisan, maka  tindak tutur dapat dianalisis dan ditelaah salah satunya dengan teori tindak perlokusi ini.
Metode Penelitian
Data-data yang telah diperoleh dikumpulkan terlebih dahulu, setelah data sudah mendukung kemudian dianalisis menggunakan teori tindak perlokusi sesuai objek yang ada. Objek tersebut yakni dakwah atau tindak tutur Ustad Jeffry dalam mempengaruhi jamaahnya. Dalam proses analisisnya, saya menulis tiga penggalan percakapan antara Uje dengan khalayak yang hadir sebagai jamaah dalam acara dakwahnya.
Kesimpulan diambil berdasarkan analisis yang menghasilkan fakta serta keterkaitan teori tindak perlokusi sebagai subjek dengan tindak tutur Uje sebagai objeknya.

Deskripsi dan Analisis Data
Deskripsi Data
Menurut Wijana (dalam Setiawan, 2005 : 25) tindak perlokusi adalah tindak tutur yang pengaturannya dimaksud untuk mempengaruhi lawan tutur. Subyakto-Nababan (dalam Setiawan, 2005 : 25) menambahkan definisi mengenai tindak perlokusi, yaitu tindak bahasa yang dilkakukan sebagai akibat atau efek dari suatu ucapan orang lain. Tindak perlokusi yaitu hasil atau efek yang ditimbulkan oleh ungkapan itu pada mitra tutur sesuai dengan situasi dan kondisi pengucapan kalimat (Nababan dalam Lubis, 1999:9). Tuturan ini disebut sebagai The act of affecting someone.
 Sebuah tuturan yang diutarakan oleh seseorang seringkali mempunyai daya pengaruh (perlocutionary force) atau efek bagi yang mendengarnya. Efek atau daya pengaruh ini dapat secara sengaja atau tidak sengaja dikreasikan oleh penuturnya. Tindak tutur yang pengutaraannya dimaksudkan untuk mempengaruhi lawan tutur disebut dengan perlokusi.
Ustad Jeffry Al-Buchori atau yang akrab dipanggil Uje merupakan salah satu Dai kondang di Indonesia. Uje adalah seorang pendakwah atau ustad yang selalu tampil dengan mengemas bahasa dakwahnya dengan bahasa-bahasa anak muda yang relative mudah dicerna. Sehingga ustad Uje pun dikenal sebagai ustad gaul. Dalam acara “U2 – Uje dan Udin”, Uje ditemani Udin sebagai asistennya yang terkadang mampu membuat suasana dakwah dibumbui unsur humor.
Analisis Data
Kita telah mengenal bahwa teori tindak perlokusi merupakan efek yang ditimbulkan dari suatu tuturan atau ungkapan terhadap mitra tutur, atau dengan kata lain teori perlokusi memiliki daya pengaruh atau pun bersifat mengajak dalam implementasinya. Ustadz Jeffry sebagai seorang pendakwah baik secara sadar maupun tidak selalu mengaplikasikan teori tersebut dalam setiap dakwahnya. Tujuannya tiada lain untuk mempengaruhi dan mengajak khalayak untuk memperbaiki dan mendekatkan diri kepada Allah Swt, dengan cara menjalankan perintah-Nya, serta menjauhi segala larangan-Nya. Untuk mengetahui pengaruh dakwahnya, kita bisa melihat langsung respon dan ekspresi jamaah ketika Uje menyampaikan suatu tuturan. Ketika jamaah menerima pernyataanya atau telah terpengaruh, maka salah satu respon konkret yang bisa dilihat adalah jamaah mengangguk-anggukan kepala dengan mimic yang positif. Secara pribadi, penulis pun telah terpengaruh untuk mengaplikasikan tuturan yang disampaikan Uje yang bersumber dari hadis dan sunnah Rasul.
Dalam implementasi dan aplikasinya, Uje mampu mengemas bahasa-bahasa dakwahnya menjadi tindak tutur yang menyenangkan, menarik, dan relative lebih mudah dicerna oleh khalayak sebagai jamaahnya. Oleh karena itu,  Uje banyak disukai dan dikagumi karena dalam setiap dakwahnya tidak bersifat memaksa, ia cenderung lebih menggunakan cara-cara persuasif untuk menyampaikan pesan dan sarannya dalam berdakwah. Jadi artinya, Uje telah menerapkan teori tindak perlokusi dalam dakwahnya. Berikut ini merupakan penggalan ceramah Ustadz Jeffry Al-Buchori:
  1. Uje                  : Kenapa kita disuruh berpuasa?
Jamaah                        : (saling berkomentar dengan berbagai alasan)
Uje                  : Karena kita adalah orang-orang yang beriman, kalau kita merasa beriman insya Allah berpuasa. Ingatlah ciri khas orang yang beriman sami’na wa ato’na bukan samina-mina (lagu soundtrack piala dunia).
  1. Uje                  : Disini ada yang ngerasa orang miskin, gak?
Jamaah                        : Tidak!
Uje                  : Jadi jika kita bicara kaya dan miskin selalu ukurannya adalah urusan harta padahal itu tidak. Bicara kaya, bicara kaya hati. Bicara kaya bicara kaya amal, betul, gak?
Jamaah                        : Betul!
  1. Uje                  : Kita hidup kira-kira atas keinginan siapa?
Jamaah                        : Karena keinginan Allah.
Uje                  : Maka jadilah seperti yang Allah inginkan.
Penutup
Kesimpulan
Analisis tentang teori tindak perlokusi yang dikaitkan dengan dakwah Ustadz Jeffry Al-Buchori merupakan upaya pendalaman dan pemahaman teori tersebut. Dari hasil analisis yang telah dilakukan, penulis menyimpulkan bahwa Uje telah mengaplikasikan dan mengimplementasikan teori perlokusi dengan dalam setiap acara dakwahnya baik secara langsung maupun tidak. Sehingga jamaah umumnya, serta penulis khususnya telah termotivasi atas efek tuturan dalam dakwahnya.

Implikasi terhadap Pembelajaran Bahasa

            Setelah melakukan analisis terhadap dakwah Ustadz Jeffry Al Buchori melalui teori tindak perlokusi. Penulis menemukan temuan bermanfaat yang bisa menambah wawasan mengenai kebahasaan, khususnya mata kuliah pragmatik sebagai ilmu bahasa yang menelaah tindak tutur beserta maknanya. Kini saya dapat memahami atas teori tindak perlokusi yang berkaitan dengan persuasive dalam tindak tutur.
Pustaka acuan
Harahap, Nurhaida. 2008. Tesis “Analisis Pragmatik Wacana Iklan Surat Kabar”. Universitas Sumatera Utara.
Tri Parwanti, Renita. 2007. Skripsi “Tinda Tutur Perlokusi Dalam Wacana Cerita Rakyat Si Kabayan “Memancing Ikan Di Atas Pohon Kelapa”. Universitas Negeri Semarang.
Yule, George. 1996. “Pragmatik”. Oxford University Press.
 
 
 
Sumber:
http://hmaryana.blogspot.com/2011/05/pragmatik_11.html
Read more »»  

Sabtu, 10 Agustus 2013

KRITIK STRUKTURAL NOVEL SEPATU DAHLAN
KARYA KHRISNA PABICHARA

1.                  Tema
Tema sentral dalam novel ini yaitu Impian atau cita-cita. Secara umum dalam novel ini, pengarang ingin mengungkapkan masalah sosial khususnya kemampuan seseorang untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan hidupnya dengan menempuh berbagai cara. Khrisna Pabichara mengungkapkan bagaimana upaya yang dilakukan seorang anak “Dahlan Iskan” untuk menggapai mimpi dan cita-citanya berupa sepatu dan sepeda. Khrisna Pabichara mengungkapkan kehidupan keluarga “Dahlan Iskan” dalam kondisi kesederhanaanya, dimana antar anggota keluarga saling menyayangi satu sama lain, dan mengingatkan apabila salah satu diantaranya melakukan tindakan yang merugikan orang lain.

2.      Penokohan dan Perwatakan
Berikut deskripsi karakteristik beberapa tokoh yang terdapat dalam novel Sepatu Dahlan karya Khrisna Pabichara :
a.      Dahlan Iskan
Dahlan Iskan adalah tokoh utama sekaligus tokoh protagonis dalam novel Sepatu Dahlan. Tokoh ini adalah tokoh yang sering kali muncul dan mendominasi cerita. Pengarang menggunakan teknik analitik dalam pelukisan tokoh. Dahlan Iskan dilukiskan sebagai seorang anak dari sebuah keluarga miskin yang selalu bekerja setiap hari untuk mendapatkan upah yang akan digunakan untuk membeli barang idamannya yaitu sepatu dan sepeda. 
Tokoh Dahlan dalam Sepatu Dahlan memiliki watak  pekerja keras, suka membantu, rapi, patuh pada orang tua dan berjiwa pemimpin. Tetapi Dahlan memiliki watak negatif, yaitu watak Dahlan yang menghalalkan berbagai cara untuk mendapatkan barang yang diinginkannya, meskipun pada akhirnya ia menyadari dan menyesali bahwa apa yang dilakukannya itu adalah hal yang tidak patutu diperbuat.

b.      Bapak
Tokoh Bapak adalah tokoh antagonis karena tokoh ini yang menyebabkan konflik dalam batin tokoh utama (Dahlan). Tokoh ini yang pada mulanya memunculkan konflik dalam cerita. Sisi positif watak tokoh Bapak memiliki semangat bekerja yang tinggi.

c.       Ibu
Tokoh Ibu merupakan tokoh tritagonis, kedudukan tokoh Ibu ini sebagai penengah konflik. Tokoh Ibu sebagai pelerai konflik yang terjadi pada tokoh utama yaitu Dahlan. Ibu dilukiskan sebagai orang yang memiliki watak yang baik hati dan tekun.

d.      Zain
Tokoh Zain merupakan tokoh tritagonis, kedudukan tokoh Zain ini sebagai penengah konflik. Zain dilukiskan sebagai seorang anak yang memiliki watak suka membantu dan rajin bekerja.

e.      Mbak Atun
Tokoh Mbak Atun merupakan tokoh tambahan yang fungsinya sebagai pendukung tokoh utama. Tokoh Mbak Atun adalah kakak Dahlan yang digambarkan sebagai sosok yang memiliki ciri fisik dan watak keibuan. 

f.        Mbak Sofwati
Tokoh Mbak Sofwati merupakan tokoh tambahan yang fungsinya sebagai pendukung tokoh utama. Tokoh Mbak Sofwati adalah kakak Dahlan yang digambarkan sebagai sosok yang pendiam.

g.      Ustaz Ilham
Tokoh Ustaz Ilham merupakan tokoh tambahan yang fungsinya sebagai pendukung tokoh utama. Tokoh Ustaz Ilham adalah guru Dahlan yang digambarkan sebagai sosok yang ramah.

h.      Ustaz Hamim
Ustaz Hamim merupakan guru di pesantren Takeran yang pandai bercerita dan memberi pengetahuan kepada murid pesantren.


i.        Aisha
Aisha merupakan tokoh tambahan yang fungsinya  sebagai pendukung tokoh utama. Tokoh ini mempengaruhi konflik yang muncul dalam cerita.  Tokoh Aisha dijelaskan ciri fisik dan psikisnya. Tokoh Aisha adalah sosok gadis yang memiliki rambut panjang dan kulit kuning langsat. Tokoh Aisha digambarkan sebagai sosok yang suka menolong. 

j.        Kadir
Tokoh Kadir merupakan tokoh tambahan yang dilukiskan dengan watak polos, pendiam, serta mudah tersentuh.

k.      Maryati
Maryati merupakan tokoh tambahan yang fungsinya  sebagai pendukung tokoh utama. Ciri psikis dari tokoh Maryati yaitu suka berbagi.

l.        Komariyah
Tokoh Komariyah merupakan tokoh tambahan yang memiliki keterkaitan dengan tokoh utama. Tokoh Komariyah dilukiskan sebagai seorang gadis yang tidak suka mengerjakan pekerjaan anak perempuan. Tokoh Komariyah lebih suka bermain dengan anak laki-laki. Sisi positif dari tokoh Komariyah yaitu pandai bergaul, teliti dan hemat kata.

m.    Arif
Tokoh Arif merupakan tokoh tambahan yang dilukiskan sebagai seorang anak yang cerdas dan memiliki kemauan keras.

n.      Imran
Tokoh Imran merupakan tokoh tambahan yang dilukiskan sebagai seorang anak yang nakal.  Akan tetapi, tokoh Imran memiliki kemauan keras dalam berusaha.





3.       Alur
Alur adalah urutan atau rangkaian peristiwa dalam cerita rekaan. Alur pada novel ini adalah alur mundur (sorot-balik/flash-back).

4.      Setting atau Latar
a.      Latar tempat
Latar tempat adalah tempat cerita. Setting cerita dalam novel Sepatu Dahlanini lebih banyak di pedesaan, rumah warga, madrasah, pasar, dan kantor kecamatan. Khrisna Pabichara dalam Novel Sepatu Dahlan ini  lebih banyak atau dominan melukiskan latar tempat yang dilukiskan secara analitik.

b.      Latar suasana
Latar suasana menggambarkan suasana kedaerahan. Dalam novel  Sepatu Dahlan, Khrisna Pabichara menunjukkan latar suasana yang dialami tokoh Dahlan Iskan ketika dirinya menghadapi suatu peristiwa. Latar suasana dalam novel ini berupa menegangkan, menyakitkan, menyenangkan, memprihatinkan, mengharukan dan panik. 

c.       Latar waktu
Dalam novel Sepatu Dahlan menunjukkan setting waktu berupa hari. Situasi pagi, siang, sore, dan malam.

5.      Point of View/ Sudut Pandang
Sudut pandang yang digunakan pada novel Sepatu Dahlan yaitu pesona atau gaya “aku”, pengarang atau narator berada didalam cerita. Pengarang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebutdirinya “aku”. Sudut pandang yang paling menonjol dalam novelSepatu Dahlan, menggunakan cara ini.

6.      Amanat
a.      Jangan berhenti bermimpi, karena mimpi yang akan membawa kita pada kenyataan.
b.      Kita harus menjalani problema kehidupan dengan ikhlas, sebab disitulah mental kita diuji.

c.       Kerja keras merupakan tonggak dari prestasi. Dengan usaha dan kerja keras maka apa yang kita cita-citakan dapat menjadi suatu kenyataan.
Read more »»  
KRITIK STRUKTURAL
NOVEL NEGERI 5 MENARA KARYA A. FUADI
A.     UNSUR INTRINSIK
1.      Tema
Tema Novel Negeri 5 Menara adalah Pendidikan, hal ini dapat kita lihat sendiri dari lembaran-lembaran novel ini yang menceritakan bagaimana tokoh-tokoh utama di dalamnya mengenyam pendidikan di dunia pesantren, apalagi dalam novel ini dibuka dengan kata mutiara dari Imam Syafi'i yang berhubungan dengan penuntutan ilmu : man jadah wajadah (siapa yang bersungguh-sunggu maka Allah akan mengabulkan keinginannya).

2.      Penokohan
Tokoh-tokoh dan watak dalam novel Negeri 5 Menara, yaitu:
a.      Alif
1.      Seorang lelaki yang penurut : [“Selama ini aku anak penurut” (Negeri 5 Menara, hal.11)]
2.      Bersungguh-sungguh dalam mencapai cita-citanya

b.      Amak
1.      Seorang wanita separuh baya yang ramah [“Mukanya selalu mengibarkan senyum ke siapa saja” (Negeri 5 Menara, hal.6)]
2.      Rela Berkorban : [“Amak terpaksa menjadi guru sukarela yang hanya dibayar dengan beras selama 7 tahun” (Negeri 5 Menara, hal.6)]
3.      Peduli akan nasib umat Islam : [“…Bagaimana nasib umat Islam nanti?” (Negeri 5 Menara, hal.7)]
4.      Seorang ibu yang konsisten terhadap keputusannya  : [“Pokoknya Amak tidak rela waang masuk SMA!” (Negeri 5 Menara, hal.9)]

c.       Ayah
1.      Seorang pria separuh baya yang membela kebenaran : [“Mungkin naluri kebapakannya tersengat untuk membela anak dan sekaligus membela dirinya sendiri” (Negeri 5 Menara, hal. 20)]
2.      Dapat dipercaya : [“Amanat dari jamaah surau kami untuk membeli seekor sapi untuk kurban idul adha minggu depan telah ditunaikan Ayah” (Negeri 5 Menara, hal.91
d.      Dulmajid
1.      Seorang lelaki yang Mandiri : [“Tentu saja saya datang sendiri,” (Negeri 5 Menara, hal.27)]
2.      Semangat : [“Animo belajarnya memang maut” (Negeri 5 Menara, hal.46)]
3.      Jujur, tegas serta setia kawan : [“Aku menyadari dia orang paling jujur, paling keras, tapi juga paling setia kawan yang aku kenal.” (Negeri 5 Menara, hal.46)]

e.      Raja
1.      Seorang lelaki yang Percaya diri : [“Raja Lubis yang duduk di meja paling depan maju” (Negeri 5 Menara, hal.44)]
2.      Ekspresif : [“…Tampak mengayun-ayunkan tinjunya diudara sambil berteriak “Allahu Akbar!” (Negeri 5 Menara, hal.108)]
3.      Pantang menyerah  : [“Jangan. Kita coba dulu. Aku saja yang maju duluan,” (Negeri 5 Menara, hal.124)]

f.        Atang
1.      Menepati Janji : [“Sesuai Janji, Atang yang membayari ongkos” (Negeri 5 Menara, hal.221)]
2.      Baik  [Aku bersyukur sekali mempunyai teman-teman yang baik dan tersebar dibeberapa kota seperti Atang dan Said.” (Negeri 5 Menara, hal.226)]

g.      Said
1.      Seorang lelaki yang memberi motivasi : [“…senyum dan cerita yang mengobarkan semangat” (Negeri 5 menara, hal.45)]
2.      Berfikir dewasa  : [“Perawakan yang seperti orang tua dan cara berpikirnya yang dewasa membuat kami menerimanya sebagai yang terdepan” (Negeri 5 menara, hal.156)]
3.      Seorang lelaki yang mengambil kebaikan dari suatu kejadian : [“Aku sendiri mengagumi caranya melihat segala sesuatu dengan positif” (Negeri 5 Menara, hal.156)]
4.      Baik : [Aku bersyukur sekali mempunyai teman-teman yang baik dan tersebar dibeberapa kota seperti Atang dan Said.” (Negeri 5 Menara, hal.226)]

h.      Baso
1.      Seorang lelaki yang Disiplin : [“Dia begitu disiplin menyediakan waktu untuk membaca buku favoritnya” (Negeri 5 Menara, hal.92)]
2.      Rajin : [“Baso anak paling rajin diantara kami” (Negeri 5 Menara, hal.92)]
3.      Sunguh-sungguh : [“Hampir setiap waktu kami melihat Baso membaca buku pelajaran dan Al-Quran dengan sungguh-sungguh” (Negeri 5 Menara, hal.357)]
4.      Pendiam, Pemalu serta Tertutup : [“Selama ini memang Baso lah kawan kami yang paling Pendiam, Pemalu dan tertutup” (Negeri 5 Menara, hal.359)]

i.        Ustad Salman
1.      Seorang lelaki yang Kreatif : [“Itulah gaya unik Ustad Salman, selalu mencari jalan kreatif untuk terus memantik api potensi dan semangat kami” (Negeri 5 Menara, hal.106)]

j.        Kiai Rais
1.      Seorang lelaki separuh baya yang menjadi contoh di PM : [“…yang menjadi panutan kita dan semua orang selama di PM ini” (Negeri 5 Menara, hal.49)]
2.      Berbakat : [“Kiai Rais adalah sosok yang bisa menjelma menjadi apa saja” (Negeri 5 Menara, hal. 165)]

k.      Tyson
 Seorang lelaki yang Tegas : [“…Terlambat adalah terlamabat. Ini pelanggaran” (Negeri 5 Menara, hal.66)]

l.        Ustad Torik
Seorang lelaki yang Tegas : [“Kalian sudah tahu aturan adalah aturan. Semua yang ikut ke Surabaya saya tunggu di kantor. SEKARANG JUGA.” (Negeri 5 Menara, hal.351)]


3.             Latar
a.      Latar tempat
1.      Kantor Alif (Washington DC)
2.      Rumah Alif (Maninjau, Bukittinggi)
3.      Trafalgar Square (London)
4.      Pondok Madani
5.      Rumah Atang (Bandung)
6.      Rumah Said (Surabaya)
7.      Apartemen Raja (London)
b.      Latar waktu
1.      Dini hari
[“Dalam perjalananku dari Padang ke Jawa Timur, aku sempat sekilas melewati Jakarta jam tiga dini hari.” (Negeri 5 Menara, hal.47)]
2.      Pagi hari
[“Sejak dari pagi buta suasana PM sudah heboh.” (Negeri 5 Menara, hal.214)]
3.      Sore hari
[“Tidak siap menjawab pertanyaan interogatif di senja bergerimis dalam keadaan kepayahan ini.” (Negeri 5 Menara, hal.66)]
4.      Malam hari
[“Malam ini adalah salah satu dari malam-malam inspiratif yang digubah oleh Ustad Salman.” (Negeri 5 Menara, hal.108)]

c.       Latar Suasana
1.      Sepi
[“Diam sejenak. Sebuah pesan baru muncul lagi” (Negeri 5 Menara, hal.3)]
2.      Emosi
[“Sebelum mereka menyahut, aku telah membanting pintu dan menguncinya” (Negeri 5 Menara, hal.10)]
3.      Takut
[“Aku katupkan mataku rapat-rapat. Apa yang akan dilakukan Tyson ini padaku” (negeri 5 Menara, hal.66)]
4.      Gugup
[“Kalimat yang sudah aku bayangkan tadi berantakan di bawah sorot mata Ustad Torik yang bikin ngilu.” (Negeri 5 Menara, hal.126)]
5.      Bahagia
[“Dengan penuh kemenangan kami keluar dari gerbang PM” (Negeri 5 Menara, hal.127)]
6.      Sedih
[“Di ujung kelopak matanya aku menangkap kilau air yang siap luruh. Suaranya kini bergetar” (Negeri 5 Menara, hal.360)]

4.    Alur
Alur yang ada dalam novel “Negeri 5 Menara”, yaitu alur maju-mundur. Hal ini
dibuktikan oleh beberapa tahapan sebagai berikut:

5.    Sudut Pandang
Sudut pandang yang digunakan pengarang dalam novel Negeri 5 Menara, yaitu sudut pandang orang pertama tunggal dengan “Aku” sebagai tokoh utama. Hal ini dibuktikan oleh pengarang yang selalu menyebut tokoh utama dengan kata “Aku” saat di narasi, di mana seakan-akan pengarang adalah si tokoh utama : [“Iseng aja, aku mendekat ke jendela kaca dan menyentuh permukaannya dengan ujung telunjuk kananku” (Negeri 5 Menara, hal.1)]

6.    Gaya Bahasa
a.      Majas Personifikasi
[“Hawa dingin segera menjalari wajah dan lengan kananku” (Negeri 5 Menara, hal.1)]
b.      Majas hiperbola
[“Muka dan kupingku bersemu merah tapi jantungku melonjak-lonjak girang.” (Negeri 5 Menara, hal.5)]
c.       Majas Metafora
[“Matahari sore menggantung condong ke barat berbentuk piring putih susu” (Negeri 5 Menara, hal.1)]



7.      Amanat
Amanat yang terkandung dalam novel Negeri 5 Menara ini adalah bahwa dalam mengejar semua cita-cita beserta impian, tidak semuanya berjalan sesuai dengan apa yang telah kita rencanakan tapi semuanya berjalan seiring bagaimana kita menyelesaikan rintangan yang datang menghadang dan untuk mendapatkan menggapainya juga, kita harus mengorbankan sesuatu.

B.     UNSUR EKSTRINSIK
1.      Nilai Ketuhanan
Sangat banyak nilai ketuhanan yang terkandung dalam novel Negeri 5 Menara, diantaranya kita sebagai manusia sama di sisi ALLAH.
2.      Nilai Moral
Kebersamaan Sahibul Menara dalam menghadapi segala hal dengan kerja sama dan pantang menyerah
3.      Nilai Sosial
Di kehidupan pesantren, kita tidak diajarkan untuk egois, tapi saling membantu satu sama lain, mengutamakan kesolidaritasan.
4.      Nilai Ekonomi
Para pengajar di Pondok Madani tidak meminta untuk dibyar, mereka ikhlas mendidik santri karen ALLAH SWT, serta santri di Pondok Madani yang banyak kekurangan secara ekonomi tetapi masih bisa bersekolah di Pondok Madani.
5.      Nilai Budaya
Anak laki-laki dan seorang ayah masyarakat Minangkabau tidak pernah berangkulan : [“Di kampungku memang tidak ada budaya berangkulan anak laki-laki dan seorang ayah” (Negeri 5 Menara, hal.38)]
6.      Nilai Agama
Novel ini menceritakan tentang kehidupan pesantren yang selalu mengajarkan nilai-nilai agama, mulai dari keikhlasan, bersikap jujur, disiplin dan lain sebagainya : [“Bacalah Al-Quran dan hadits dengan mata hati kalian....” (Negeri 5 Menara, hal.113)]



Read more »»