MALU 7 Sentimeter
(Nuramila)
Sore itu
suasana berbeda kurasakan. Aku merasa berada pada wahana baru, asing dan tak
pernah ku berkenalan dengannya. Mungkin ini karena ruangan kelas yang kutempati
belajar disore itu kini telah berbeda. Tak seperti sebelumnya, lantai keramik
yang selalu menyambut langkahku ketika hendak memasuki ruangan kelas dan warna ceria
cat dinding yang memicu semangat pagiku,
kini tak ada lagi. Kali ini aku berada dalam ruangan yang berbeda tanpa lantai
keramik dengan warna dinding yang cukup kusam. Sore ini aku masuk dikelas yang
baru, duduk dengan posisi bangku paling depan, tepat sejajar dengan meja dan
kursi dosen. Akupun siap menerima Mata Kuliah, menunggu dosen yang sebelumnya
sempat kujumpai secara langsung memintanya untuk bisa menyempatkan diri
menyajikan materi perkuliahan dikelas.
Perkuliahan
pun dimulai. Karena pertemuan ini merupakan pertemuan pertama dengan sang dosen
tersebut, maka untuk kali ini sang dosen memulai perkuliahan dengan perkenalan
masing-masing mahasiswa.”Tak kenal maka tak sayang “sekiranya begitulah kata
pepatah, sehingga memang akan lebih baik jika pertemuan pertama dimulai dengan
kegiatan perkenalan.
Masing-masing
teman dikelas mendapat kesempatan, untuk ditanyai, perkenalannya mulai dari
nama, alamat sekarang, dan asal daerah. Tapi untuk dosen ini, jika menyebutkan
alamat ataupun asal daerah harus jelas desa apa, kecamatan apa, kabupatennya
apa, bahkan sampai provinsinya....Wahhhh suasana kelas tiba-tiba jadi Waoooo,
mungkin karena semua mahasiswa lagi mikir alamat mereka sedetail mungkin agar
bisa menjawab dengan lancar ketika tiba giliran mereka.
Suasana
kelas kini berubah jadi gaduh, tawa terbahak-bahak menjadi hiasan ruangan kelas
sore itu, semua teman dikelas tak sanggup menahan tawa seketika sang dosen
mengeluarkan humor atau leluconnya.
Perkenalanpun
selesai, kini saatnya beralih untuk pembahasan materi perkuliahan, sang dosen
pun menjelaskan mengenai bagaimana tahap perkembangan manusia dari bayi hingga
mencapai usia dewasa. Kucoba menyimak setiap rangkaian kata yang keluar,
memahami kalimat demi kalimat dan mencoba menangkap maksud pembahasan tersebut.
Namun, entah
mengapa sore itu, pikiranku buyar, kacau tak karuan. Usahaku untuk menyantap makna
celoteh sang dosen, kini percuma saja. Tak ada yang bisa kudapat, tak ada yang
bisa kumengerti. Rangkaian kata yang kudengarpun, hanya sesuatu yang berlalu
tanpa ada sedikit pun yang singgah berkunjung menjumpai jiwa dan pikirku. Hingga
tiba saatnya sang dosen membahas bagaimana pertumbuhan fisik seorang bayi.
“ Berapa
ukuran bayi yang baru lahir?” tanya sang dosen kepada semua penduduk yang
berada dalam kelas.
Suasana
ruanganpun sempat senyap perlahan, bisu. Namun seketika kembali gaduh. Sebuah
balon telah meledak. Seperti itulah kegaduhan kelas. Beberapa menit berlalu
setelah dosen melemparkan pertanyaannya kepada seluruh penduduk kelas, namun
tak ada satupun yang bersedia menggerakkan indra ucapnya. Mungkin mereka masih
berada dalam area berpikir, masih mengasah dan mencoba merefres otaknya,
mencoba mengingat kembali, berapa jawaban dari pertanyaan sang dosen.
Merasa risih
karena tak ada yang menjawab pertanyaan dari sang dosen, maka akupun
memberanikan diri untuk menjawab. Tanpa berbekal pengetahuan, tanpa berisi
pemahaman.
Kujawab
dengan lantang “ 7 Pak”....
Sang dosen
kebingungan, sambil menumpahkan tertawaan kecil.
“ Maksudnya 7 apa? Sentimeter atau meter”...
“7
sentimeter pak” kuulang kembali jawabanku dengan lantang..
“hahahahahah”
Sang dosen
tertawa terbahak-bahak begitupun dengan teman sekelasku, semuanya tertawa. Tak
sanggup mendengar jawaban yang sempat kulontarkan..
“Kalau 7
sentimeter itu bukan bayi tapi anak kucing” tambah sang dosen...
Kelas
semakin gaduh, semua tertawa mendengar jawaban konyol yang sempat terucap..
Aku ikut
tertawa, kebingungan...
Beginilah
jadinya kalau mata, hati dan jiwa tidak tertuju pada dosen ketika sedang
mengikuti perkuliahan...Tak akan ku ulang lagi hal ini. Hal yang sangat
memalukan. Malu 7 sentimeter.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar